Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso membantah munculnya tudingan jika lembaga yang ia pimpin sengaja melakukan kriminalisasi atas penyidik Komisi Pemberantasa KPK Novel Baswedan. Penyangkalan itu, ditepis dengan meyakinkan bila Bareskrim telah bekerja secara efektif dalam proses penindakan hukum terhadap atas sepupu dari Menteri Anies Baswedan tersebut.
Budi menuturkan lembaganya tidak akan mendapatkan keuntungan dari tindakan kriminalisasi yang ditujukan selama ini oleh publik.
"Apa sih untungnya? Tidak ada untungnya bila kami mengkriminalisasi, malah kami tidak profesional," ujarnya di kantor Bareskrim, Jakarta, Selasa (5/5). (Baca juga:
JK Dukung Novel Baswedan Gugat Kepolisian)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi memaparkan, dalam setiap proses penyidikan ada tingkatan yang mereka perhatikan. Ia melanjutkan alat bukti dan laporan yang diterima Bareskrim merupakan acuan dalam proses penindakan terhadap Novel.
Sebelumnya, Novel dijerat perkara yang terjadi 11 tahun silam. Ia dijadikan tersangka oleh Polres Bengkulu sejak 1 Oktober 2012 atas dugaan penganiayaan seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu ia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu.
Berdasarkan keterangan pers yang diterima CNN Indonesia, Senin (4/5), terdapat lima poin penting yang menjadi keberatan pihak Novel Baswedan, atas penangkapan yang dilakukan kepolisian. Pertama, pasal yang dijadikan dasar penangkapan berbeda dengan pasal yang disangkakan terhadap Novel Baswedan. (Baca juga:
Soal Gugatan Novel, Kabareskrim: Buktikan Saja di Pengadilan)
Penangkapan dan penahanan didasarkan atas kasus yang disangkakan kepada Novel Baswedan atas nama korban Mulya Johani alias Aan dengan sangkaan Pasal 351 ayat (1) dan (3). Namun yang dijadikan dasar dalam melakukan penangkapan justru Surat Perintah Penyidikan lain yang memuat Pasal yang berbeda yaitu Pasal 351 ayat (2) dan Pasal 442 Juncto Pasal 52 KUHP.
Kedua, kubu Novel menilai dasar pengeluaran perintah penangkapan yakni Surat Perintah Kabareskrim No. Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim tertanggal 20 April 2015, tidak lazim karena seharusnya dasar menangkap-menahan adalah Surat Perintah Penyidikan. Sementara Kabareskrim bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan.
Alasan ketiga, menurut kubu Novel, terdapat serangkaian pernyataan kebohongan dari Mabes Polri kepada publik yang menutup-nutupi fakta sebenarnya terkait penangkapan dan penahanan. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penyidikan. (Simak FOKUS:
Penyidik KPK Ditangkap Polisi)
Keempat, perbedaan antara perintah Presiden dan pernyataan Kapolri tentang tidak adanya penahanan dengan fakta penahanan Novel disimpulkan tak ada koordinasi di antara Kapolri dengan Kabareskrim.
Selain keempat alasan itu, pengajuan praperadilan ini, menurut kubu Novel Baswedan didasarkan atas alasan: penangkapan tidak sesuai prosedur, surat perintah penangkapan kadaluarsa, penahanan dilakukan tanpa memenuhi syarat subyektif penahanan dan tidak sesuai prosedur, penangkapan dan penahanan dilakukan dengan disertai berbagai pelanggaran ketentuan hukum. (Baca juga:
Novel Baswedan Tuntut Polri Pasang Baliho Permintaan Maaf)
(pit)