Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri resmi menetapkan Gubernur aktif Provinsi Bengkulu Junaidi Hamzah sebagai tersangka kasus korupsi proses penerbitan surat keputusan Z No. 17 Tahun 2011.
Dia dinyatakan membentuk jabatan yang tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan Peraturan Mendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah.
Kepala Sub Direktorat I Dittipikor Komisaris Besar Ade Deriyan mengatakan penetapan tersangka Junaidi Hamzah dilakukan setelah penyidik Bareskrim menggelar gelar perkara dengan penyidik dari Polda Bengkulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyidik Polda Bengkulu menjelaskan konstruksi hukumnya adalah hasil dari keterangan 17 saksi dan empat ahli," kata Ade saat menggelar konferensi pers di Bareskrim Polri, Selasa sore (14/7).
Terkait dengan kerugian, Ade mengatakan penyidik masih menghitungnya bersama dengan Badan Pengawas Keuangan dan dan Pembangunan. Namun untuk estimasi, Ade mengatakan kerugiannya sekitar Rp 300 jutaan.
"Estimasinya Rp 359 juta yang muncul akibat pembayaran terbitnya SK Z No. 17 tersebut," katanya.
Pemeriksaan terhadap Junaidi belum ditentukan waktunya. Namun Ade memastikan penyidikan akan dilakukan bersama-sama oleh Polda Bengkulu dan Bareskrim Polri. Nantinya akan ditentukan apakah penyidik Bareskrim yang akan ke Bengkulu atau Junaidi yang ke Bareskrim untuk diperiksa.
Junaidi dituduh telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Kasus tersebut mulai ditangani oleh Polda Bengkulu dan dibantu Bareskrim Polri mulai 12 Mei 2015 sesuai dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
Penyidik pun akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kemendagri untuk melakukan pencekalan terhadap Junaidi. "Pastinya itu merupakan rangkaian dari tindakan selanjutnya," kata Ade.
(meg)