Jakarta, CNN Indonesia -- Munculnya berbagai Peraturan Daerah (Perda) berpotensi menciptakan konflik di daerah. Menurut Siti Zuhro, Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perda yang muncul di suatu wilayah bisa ditiru oleh daerah lainnya. Padahal, menurut Zuhro, setiap daerah mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Zuhro mencontohkan adanya Perda mengenai Qanun di Aceh dan Perda Injil yang ada di Wamena, menurutnya hal tersebut bisa saja ditiru oleh daerah lain. Dia mengatakan adanya Perda seperti itu akan mempersulit masyarakat.
"Adanya perda syariah, syariah untuk muslim atau kristen akan memberatkan masyarakat, misalnya seperti wanita yang pulang malam di Aceh, itu akan memberatkan jika memang ada wanita yang memang pulang kerja pada malam hari," kata Zuhro, ketika dihubungi CNN Indonesia pada Senin (20/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zuhro mengatakan munculnya berbagai Perda terjadi akibat penerapan otonomi daerah pada 1999. Otonomi daerah awalnya bertujuan untuk membuat masyarakat maju dan menginisiasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun, keleluasaan yang diberikan ke pemerintah daerah tidak sesuai dengan tujuan awal otonomi daerah salah satu contohnya pembuatan peraturan daerah yang menyimpang. Menurut Zuhro, terdapat 4.000 Perda yang bermasalah di Indonesia. Namun, 2.000 diantaranya sudah dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Dalam mekanisme Perda kan masuk ke rancangan Prolegda (Program Legislasi Daerah) seharusnya sebelum membuat Perda harus dipikirkan jika diterapkan apakah ada efeknya atau tidak, menurut saya Perda perlu ditingkatkan, dalam pembahasan bisa menggunakan akademisi kampus, jadi tidak copy paste dari daerah lain," ujar Zuhro.
Menurut Zuhro, Perda yang dibuat asal-asalan berpotensi memicu konflik di daerah. Dirinya mengatakan nantinya akan ada kompetisi antardaerah untuk pembuatan Perda.
Zuchro mencontohkan insinden pembakaran rumah ibadah di Tolikara, Papua pada Hari Raya Idul Fitri pada Jumat (17/7) . Menurutnya, konflik yang terjadi tidak berhubungan langsung dengan perda yang ada di Tolikara. Namun, adanya Perda syariah yang ada di beberapa daerah memungkinkan adanya insiden serupa di daerah lain. Menurut Zuhro, larangan ibadah melanggar konstitusi sebab kebebasan untuk beribadah telah diatur dalam Undang-Undang.
Terkait Perda, dia juga mengapresiasi upaya pemerintah dengan mengeluarkan peraturan pemerintah No. 19 tahun 2010 di mana pemerintah pusat memberikan peringatan kepada provinsi untuk menghasilkan peraturan yang efektif, termasuk di dalamnya panduan hukum mengenai perda-perda mana yang boleh dan tidak boleh.
Sebelumnya, Pada 2014, ada beberapa Perda yang bermasalah seperti Perda tentang Pajak Daerah sebanyak 25 Perda, tentang Retribusi Daerah sebanyak 70 perda, tentang Perizinan sebanyak 2 perda, tentang Air dan Tanah sebanyak 3 perda, tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebanyak 1 perda, tentang Sumbangan Pihak Ketiga sebanyak 8 perda, Syariah dan Maksiat sebanyak 2 perda, dan perda lainnya sebanyak 104.
(pit)