Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak batal mengumumkan siapa nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dijadikan tersangka oleh Polri.
Meski begitu, bukan berarti kasus yang menjerat capim KPK tersebut berhenti begitu saja. Victor mengungkapkan bahwa dirinya masih menunggu waktu terbaik untuk memanggil tersangka tersebut.
"Jika memang sudah waktunya dipanggil sebagai tersangka maka akan kami panggil," kata Victor saat ditemui di Mabes Polri, Selasa (1/9). (Baca juga:
Direktur Eksekutif Pertamina Foundation Masuk Radar Bareskrim)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Viktor, saat ini penyidiknya masih fokus untuk mengumpulkan barang-barang atau dokumen yang berkaitan dengan kasus yang menjerat capim KPK yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu.
Polri, sebuat Victor, sudah memeriksa saksi-saksi terkait kasus capim KPK tersangka tersebut. Jumlah saksi yang sudah diperiksa sudah tujuh orang. Sayangnya, hingga kini Victor masih belum terbuka soal kasus apa yang diusut Bareskrim dan membuat capim KPK menjadi tersangka tersebut.
Victor membuka peluang bahwa akan ada tersangka lain dalam kasus tersebut. Namun semuanya butuh dokumen yang mendukung dan bisa dijadikan alat bukti.
"Indikasi tersangka lain itu ada, makanya kita butuh dukungan keterangan dan dokumen sehingga penindakan kita atau proses penyidikan pada yang bersangkutan bisa lancar," katanya. (Baca juga:
Penggeledahan Pertamina Foundation Diduga soal Duit Rp126 M)
Sebelumnya, Victor menjanjikan akan mengungkapkan siapakah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dari salah satu capim KPK. Ia bahkan mengatakan perkara itu ditangani langsung oleh direktoratnya, dan sudah dilakukan penyidikan selama dua bulan ke belakang.
Namun rencana itu tiba-tiba gagal lantaran Victor mengatakan tidak bisa melanggar hukum atau equality before the law.
Sikap Polri itu, kata Victor, mengacu pada Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Hal tersebut juga termaktub dalam Pasal 3 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri jo Pasal 10 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap anggota Polri wajib menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkaan prinsip dasar hak asasi manusia.
(hel)