Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengumumkan bahwa telah menetapkan tujuh tersangka dari tujuh korporasi terduga pembakar hutan. Sementara itu, pelaku yang di Riau telah ditangkap pada Rabu (16/9) Rabu pagi tadi.
Selain itu, terdapat pula 20 korporasi yang sedang didalami penyelidikannya dan 140 tersangka yang ditetapkan kepolisian.
(Lihat Juga FOKUS Derita Warga Dikepung Asap)"Kami laporkan kami menambah kekuatan 682 personel dari Mabes Polri termasuk 68 penyidik. Saya sampaikan saat ini satgas penegakan hukum Polri menangani 148 laporan terkait kebakaran hutan dan lahan dan menetapkan tersangka," kata Badrodin, Rabu petang di Kantor Presiden.
(Lihat Juga: LPSK: Jangan Takut Laporkan Aparat Bekingi Kebakaran Hutan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak tujuh tersangka yang sudah ditetapkan kepolisian antara lain JLT dari PT PMH di OKI Sumatera Selatan, P dari PT RPP di Sumsel, S dari PT RPS di Sumatera Selatan, FK dari PT LIH di Riau, S dari PT GAP di Sampit Kalimantan Tengah, GRN dari PT MBA di Kapuas, dan WD dari PT ASP di Kalimantan Tengah.
"Tersangkanya ada direktur operasional, ada manajer lapangan dan macam-macam," kata Badrodin.
Sementara itu, 20 korporasi yang saat ini sedang diselidiki polisi adalah PT WAJ, PT KY, PT PSN, PT RHN, PT PH, PT QS, PT REB, PT MHP, PT PN, PT TJ, PT AAN, PT MHP, PT MHP (berbeda tempatnya), PT SAP, PT WMAI, PT TPR, PT SPM, PT GAL, PT SBN
dan PT MSA.
"Tersangka termasuk pelanggaran korporasi masih bisa berkembang," kata Badrodin menjelaskan.
Para tersangka, ujar Badrodin, akan dikenakan Pasal 108 Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014, Pasal 78 UU Kehutanan, Pasal 116 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan UU Perkebunan, hukuman maksimal bisa mencapai 10 tahun penjara dengan denda Rp 10 miliar.
"Ini yang kami kenakan. Perintah Presiden sudah jelas penegakan hukum harus tegas agar tahun depan tidak terjadi lagi," ujarnya. "Mudah-mudahan penyidikan berjalan lancar."
Lebih jauh, Badrodin juga menyarankan agar pemerintah memberikan sanksi tambahan terhadap perusahaan yang beritikad tidak baik dengan memasukan mereka ke dalam daftar hitam. Sehingga, ke depan permohonan perizinan usaha yang sama bisa ditolak.
(utd)