Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung akan membentuk tim khusus untuk berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait eksekusi putusan perkara Yayasan Supersemar setelah menerima Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Presiden Joko Widodo.
"Kami akan bentuk tim jaksa. Nanti yang melaksanakan putusan pengadilan, kami sebagai pihak yang berkepentingan akan berkoordinasi dengan mereka," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat dihubungi, Rabu (21/10).
Eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Yayasan Supersemar dapat segera dilakukan setelah SKK diterima Kejagung dari Presiden, Senin (19/10) lalu. SKK diperlukan sebagai dasar bagi Kejagung untuk memungut denda dari Yayasan Supersemar sebesar Rp4,4 Triliun lebih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai pengacara negara, Kejagung tak dapat memungut denda tersebut tanpa perintah dan kuasa khusus dari Presiden sebagai Kepala Negara.
Prasetyo mengatakan, sampai saat ini belum ada catatan aset milik Yayasan Supersemar yang dipegang instansinya. Sebelum memungut denda yang dijatuhkan kepada Supersemar, komunikasi akan dilakukan terlebih dahulu antara PN Jakarta Selatan, Kejagung, dan pengurus yayasan.
"Belum ada catatan aset mereka. Nanti kita lihat bagaimana setelah komunikasi dengan PN Jakarta Selatan, akan mengambil langkah apa. Mungkin Pengadilan akan mempertemukan kami dulu dan dilihat seperti apa sikap dari tergugatnya. Bersedia membayar denda secara sukarela atau tidak," katanya.
Saat dihubungi terpisah, Kepala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan, dirinya belum menerima permohonan eksekusi perkara Yayasan Supersemar dari Kejagung hingga saat ini. "Belum ada pengajuan permohonan eksekusi dari Jaksa Pengacara Negara," ujarnya kepada CNN Indonesia.
Walau belum menerima permohonan eksekusi, Made memastikan langkah yang akan diambil PN Jakarta Selatan dalam melaksanakan putusan perkara Supersemar yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Menurutnya, upaya mempertemukan pihak Kejagung dan Yayasan Supersemar akan tetap dilakukan oleh PN Jakarta Selatan selaku eksekutor. Dalam pertemuan yang difasilitasi PN Jakarta Selatan nanti, pengurus Yayasan akan diminta untuk melunasi denda sebesar Rp4,4 triliun lebih dalam waktu delapan hari.
Jika pembayaran secara sukarela tidak terpenuhi dalam waktu yang ditentukan, maka PN Selatan dapat melakukan penyitaan secara paksa.
Vonis bersalah diputuskan PN Jakarta Selatan atas kasus Yayasan Supersemar pada 28 Maret 2008, yang kemudian dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Tak hanya kalah dalam kasasi, namun putusan jumlah nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal, Yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp139 miliar, kepada negara.
Atas putusan kasasi tersebut, Kejagung mengajukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK Kejagung dan menolak PK Supersemar sehingga yayasan Keluarga Soeharto mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun.
(rdk/rdk)