Komisi III DPR: Sidang Rakyat 1965 Jangan Cabik Elemen Bangsa

Basuki Rahmat N | CNN Indonesia
Rabu, 11 Nov 2015 11:32 WIB
Elemen masyarakat sipil yang mengajukan soal ekses atas peristiwa G30S ke Pengadilan Rakyat Internasional dinilai tidak bijak dalam menyikapi persoalan.
Arsul Sani saat kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Inggris baru-baru ini. (dok. Arsul Sani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memandang elemen-elemen masyarakat sipil yang mengajukan soal ekses atas peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) ke Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag, Belanda, tidak bijak dalam menyikapi persoalan yang sensitif itu.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan jika forum pengadilan tersebut mengandung hal-hal yang menyalahkan pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu terkait dengan ekses   G30S tersebut maka itu akan berpotensi merugikan bangsa Indonesia sendiri. “Memecah belah elemen-elemen bangsa kita,” ujar Arsul kepada CNN Indonesia, Rabu (11/11).

Arsul, yang selama ini mencermati persoalan hukum internasional mengatakan elemen masyarakat tersebut seyogianya mempertimbangkan antara manfaat dan mudaratnya sebelum membawa persoalan tersebut ke panggung internasional. (Baca: Ikuti Sidang 1965, Todung Mulya Lubis Siap Dicap Pengkhianat)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Poin saya adalah teman-teman masyarakat sipil itu dalam mengambil suatu sikap di suatau forum internasional hendaknya juga mempertimbangkan potensi tercabiknya kelompok-kelompok masyarakat di negara kita,” tutur dia. (Baca: Menyaksikan Sidang 1965 di Beranda Rakyat)

Menurut Arsul seandainya pun ada putusan yang meminta pemerintah memohon maaf namun mayoritas elemen-elemen masyarakat di negara Indonesia menolak maka pemerintah diyakini tidak akan memenuhi putusan forum internasional tersebut.

“Terhadap upaya di Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag, saya kira pemerintah tidak perlu mengentertain,” tutur politikus Partai Persatuan Pembangunan ini. (Baca: Perkara HAM di Pengadilan Rakyat Internasional)

Namun di sisi lain, lanjut Arsul, pemerintah perlu lebih fokus dan menunjukkan keseriusan lebih dalam penyelesaian kasus dugaan pelanggaran berat hak asasi manusia masa lalu. (Baca: Mahasiswa RI di Belanda Antusias Saksikan Sidang Rakyat 1965)

Pengadilan Rakyat Internasional soal Kejahatan Kemanusiaan di Indonesia pada periode 1965 (International People’s Tribunal 1965) mulai digelar di Den Haag, Belanda, Selasa (10/11).  Sidang maraton itu dijadwalkan berlangsung selama empat hari hingga Jumat pekan ini. (Baca: Fokus: Sidang Rakyat Tragedi 1965 Digelar)

Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini ialah Indonesia selaku negara. “Negara Indonesia, khususnya angkatan bersenjata di bawah Jenderal dan Presiden Soeharto, dan pemerintah periode berikutnya beserta milisi di bawah kendalinya.”

Ketua Panitia Penyelenggara IPT 1965, Nursyahbani Katjasungkana, menyatakan sidang rakyat yang digelar di Negeri Kincir Angin itu bakal menghadirkan sekitar 5 orang saksi ahli dan 10 saksi fakta. Kesepuluh saksi fakta itu merupakan korban yang mengetahui dan mengalami langsung peristiwa 'pembantaian' 1965. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER