Jakarta, CNN Indonesia -- Adik eks komisioner lembaga antirasuah Bambang Widjojanto, Haryadi Budi Kuncoro, tiba di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (23/2). Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan Haryadi bakal bersaksi untuk tersangka sekaligus eks Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino.
"Haryadi Budi Kuncoro diminta keterangannya untuk proses pengadaan Quay Container Crane tahun 2010," kata Priharsa ketika dikonfirmasi.
Haryadi telah tiba di KPK sekitar pukul 09.50 WIB. Senior Manager Peralatan PT Pelindo II (Persero) ini tak berbicara. Sebelum memasuki ruang pemeriksaan, ia tampak duduk di ruang tunggu sembari memegang ponselnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menjabat di PT Pelindo II, Haryadi juga merupakan Penanggung jawab Dirut PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia. Haryadi menjalani pemeriksaan untuk ketiga kalinya di tahap penyidikan. Sebelumnya ia pernah menjalani pemeriksaan pada 9 dan 19 Februari 2016. Saat kasus ini masih di tahap penyelidikan, Haryadi juga pernah diminta keterangannya pada 18 Maret 2014 dan 27 Maret 2014.
KPK mengendus ada modus korupsi yang dilakukan Lino melalui penunjukkan langsung perusahaan penggarap proyek pengadaan tiga buah Quay Container Crane (QCC) tahun 2010. Pengacara Lino, Maqdir Ismail, mengatakan Lino sempat bertemu bos perusahaan asal China, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery, Ltd (HDHM) sebelum Maret 2010, di Jakarta.
Penyidik KPK menduga pertemuan menjadi salah satu kunci kongkalikong penggarapan proyek pengadaan pengadaan alat berat itu di PT Pelindo II. Dalam pertemuan, Lino meminta perusahaan tersebut menggarap proyek crane untuk Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.
Merujuk data paparan praperadilan KPK, Lino menginstruksikan perubahan spesifikasi QCC yang dibutuhkan dari single lift ke twin lift. Lino melalui memo menuliskan instruksi “GO FOR TWINLIFT” pada Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik Ferialdy Noerlan Nomor : PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010.
KPK juga menduga Lino menunjuk langsung perusahaan tersebut meski tak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Lino memerintahkan, "Selesaikan proses penunjukan HDHM."
Untuk memuluskan penunjukkan, Lino bahkan tak segan-segan memerintahkan Kepala Biro Pengadaan untuk mengubah aturan pengadaan. Semula, perusahaan luar negeri tak dapat mengikuti lelang namun setelah diubang, HDHM yang berasal dari China dimungkinkan mengikuti proses.
Atas tindakan tersebut, KPK menduga ada kerugian negara sebanyak US$3,625 miliar atau sekitar Rp49,1 miliar. Penghitungan itu berdasarkan Laporan Audit Investigatif Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan penghitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu, kerugian juga didapat dari peningkatan kapasitas yang semula hanya mampu mengangkat beban 40 ton menjadi 61 ton.
Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(obs)