Bandung, CNN Indonesia -- Beberapa lampu penerangan di bagian depan sengaja dimatikan, membuat ruangan tak seterang biasanya. Hanya bagian dalam yang menyala. Orang yang datang pun sudah tak sebanyak biasanya akibat pandemi
virus corona. Tak ada keramaian.
Seperti itulah suasana
Masjid Raya Bandung, Jawa Barat saat
CNNIndonesia.
com mengunjunginya pada Sabtu lalu (17/5). Biasanya, setiap Ramadan, begitu banyak masyarakat yang beribadah serta musafir yang singgah di sana.
Kini di tengah pandemi virus corona (Covid-19), Masjid Raya Bandung tampak sepi. Selain pengurus, warga tidak diperbolehkan memasuki masjid. Pintu masuk ditutup rapat sejak 16 Maret lalu
Salat lima waktu berjemaah dan tarawih ditiadakan di masjid yang mampu menampung 14 ribu orang itu. Saat
CNNIndonesia.
com berada di sana, hanya ada 12 pengurus yang menunaikan salat Ashar berjemaah di bagian dalam masjid. Salat berjemaah dilakukan dengan menjaga jarak satu sama lain sekitar setengah meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah lebih dari 3 bulan ditutup, tapi warga boleh melaksanakan salat di halaman masjid dekat pintu masuk," ujar pengurus Masjid Raya Bandung, Engan Abdulwahid kepada
CNNIndonesia.
com Sabtu (17/5).
Pantauan
CNNIndonesia.
com, memang ada beberapa masyarakat umum yang salat di Masjid Raya Bandung. Mereka salat di bagian luar masjid. Akan tetapi, jumlahnya bisa dihitung jari.
Di tempat lain, yakni Masjid Al-Muhajirin, Desa Cibiru Hilir Kabupaten Bandung, salat lima waktu berjemaah tetap dilaksanakan. Namun, tidak dengan salat tarawih.
Salat lima waktu juga dibatasi jumlah jemaahnya. Maksimal 20 orang saja dan harus menjaga jarak satu sama lain saat salat.
Saat dikunjungi
CNNIndonesia.
com pada Minggu (17/5) terdapat 10 orang yang sedang melaksanakan salat maghrib berjemaah. Seluruhnya membangun satu saf berjarak kurang dari setengah meter. Usai salat, sebagian besar kembali ke rumah menyisakan beberapa pengurus masjid yang sibuk mengurus zakat fitrah.
"Ada salat lima waktu tapi maksimal 20 orang dengan tetap menjaga jarak," ujar Unus Madyunus, salah seorang pengurus DKM Masjid Al Muhajirin.
Suasana masjid yang sepi tak lepas dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan laju penularan virus corona. Kondisi serupa bisa ditemui di masjid-masjid lainnya.
Sejumlah lembaga juga telah mengimbau agar masjid meniadakan salat berjemaah. Dari mulai Kementerian Agama, Dewan Masjid Indonesia (DMI), PBNU hingga PP Muhammadiyah.
 Masyarakat umum hanya boleh salat di bagian luar Masjid Raya Bandung selama pandemi virus corona (CNN Indonesia/ Melani) |
Bersiap The New NormalPresiden Joko Widodo mengatakan perlu ada tatanan hidup baru (
The New Normal) akibat wabah virus corona yang melanda berbagai negara, termasuk Indonesia. Tak pelak,
the new normal juga kemungkinan akan diterapkan di tempat ibadah selain tempat keramaian lainnya.
Pengurus Masjid Raya Bandung Engan Abdulwahid mengatakan pihaknya bakal mengikuti arahan dari pemerintah ihwal penerapan
the new normal. Tentunya, berpegang pada protokol kesehatan.
Menurut Engan, tidak menutup kemungkinan Masjid Raya Bandung akan membatasi masyarakat yang ingin salat berjemaah. Saat salat, jarak pun harus dijaga satu sama lain.
"Tetap akan menjaga jarak jika kondisinya memang demikian (
the new normal) karena kondisinya sedang mudharat, kita harus bisa mengambil hikmatnya, yang penting niat," ujarnya.
Engan mengatakan Masjid Raya Bandung juga tidak ada rencana untuk melaksanakan salat berjemaah dan ditayangkan via internet atau online. Menurutnya, itu tidak sesuai dengan fiqih, sehingga tidak ada rencana untuk dilakukan.
Dengan demikian, kemungkinan-kemungkinan
the new normal yang akan diterapkan di Masjid Raya Bandung adalah membatasi jumlah orang saat salat berjemaah. Protokol kesehatan seperti menjaga jarak juga akan diterapkan.
"Tidak ada aturan fiqih salat berjamaah online, yang namanya berjamaah itu hadir pada waktu dan tempat yang bersamaan," kata Engan.
"Kalau ceramah atau dakwah online itu mungkin akan banyak," tambahnya.
Ada perubahan pula dari cara penerimaan zakat fitrah dari warga di Masjid Raya Bandung. Mengenai hal itu, pembayaran zakat bisa dibayarkan secara online.
Bisa pula datang langsung ke masjid tetapi harus memakai masker. Pembayaran zakat juga tidak akan ada proses jabat tangan antara mustahik dengan masyarakat yang membayar zakat.
"Sesuai protokol kesehatan tidak ada jabat tangan, yang penting itu niatnya mekanismenya bisa disesuaikan," tegas Engan.
Berbeda lagi dengan pembayaran zakat di Masjid Al Muhajirin, Bandung. Kini, pengurus masjid akan menjemput zakat ke masyarakat sekitar. Kegiatan itu akan dilakukan H-3 jelang lebaran.
Hal itu menurut Unus dilakukan untuk menghindari warga berkerumun di masjid untuk membayar zakat. Ditambah, pengurus masjid belum memiliki kemampuan untuk menyediakan sistem zakat online.
"Tentu petugas jemput zakat akan menerapkan protokol kesehatan mulai dari pakai masker dan sarung tangan, terus nanti berjarak, tidak akan ada kontak fisik," ujar Unus.
Sejumlah masjid yang ditutup dan meniadakan salat tarawih di bulan Ramadan membuat warga mau tak mau tetap berada di rumah. Salat tarawih dan lima waktu berjemaah hanya dilakukan bersama keluarga.
Herman (57 dan istrinya, yakni Hidastini (55) sudah bisa menahan diri untuk tidak ke masjid untuk menjalankan salat tarawih seperti Ramadan sebelumnya. Kini, mereka melakukan di rumah saja.
Berbuka puasa, dilanjut salat Maghrib, Isya dan Tarawih, Herman dan Hidastini lalu menyaksikan video ceramah di internet menggunakan telepon seluler. Menonton ceramah via internet itu kebiasaan baru mereka.
Selama ini, ceramah mereka peroleh selepas Salat Tarawih berjemaah di masjid. Hasrat untuk mendapat siraman rohani di bulan Ramadan tak bisa dibendung. Karenanya, mereka menonton video ceramah via internet.
Hidastini sendiri mengaku tak pandai mengoperasikan ponsel. Dia orang awam. Namun, sudah berulang kali diajari suami mengoperasikan ponsel untuk menonton ceramah, lama kelamaan Hidastini mulai terbiasa.
"Semuanya baru ya, mungkin ini new normal itu, biasanya sehabis buka saya dan suami pergi ke Masjid Raya Bandung untuk tarawih, sekarang di rumah saja, lihat ceramah online, ngobrol dengan anak-anak juga online," kata Hidastini.
Warga Bandung yang lain, yakni Siti Sugihartini (33) juga tidak melaksanakan salat tarawih berjemaah di masjid pada Ramadan tahun ini. Dia menunaikan tarawih di rumah kontrakannya yang cenderung sempit.
Jika ingin salat berjemaah bersama suami, dia harus memindahkan kasur yang biasa dipakai anaknya tidur dan bermain mainan. Berbeda dengan salat di masjid, Siti merasa lebih nyaman beribadah, meski masih harus menjaga jarak.
"Mau salat tarawih paling sendiri, pernah waktu awal puasa tapi anak-anak suka ribut kalau tidak dijagain, kalau di masjid kan enak luas," ujarnya.
Siti juga mengaku ingin mendengarkan ceramah Ramadan yang biasa dia peroleh di masjid usai salat tarawih. Namun, kini dia tidak bisa mendapatkan itu.
Siti pun tidak selalu bisa menonton video ceramah di internet. Alasannya, kekurangan finansial. Siti adalah ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai ojek online, sehingga pendapatannya tidak seberapa.
Siti bahkan harus menghemat kuota internet ponselnya agar bisa mengikuti program streaming sekolah anaknya yang duduk di kelas 1 SD.
"Saya kadang-kadang aja lihat ceramah di TV, kalau di hp saya hemat kuota buat ikut kelas online anak saya," kata Siti.
Siti berharap pandemi virus corona ini bisa berakir sehingga ia dan keluarganya bisa menunaikan salat Id berjamaah di masjid. Ia merasa kurang jika tidak menunaikan salat Id setelah menunaikan puasa satu bulan.
"Iya
pinginnya sih salat Id, biar sreg aja puasanya," ucapnya.