Jakarta, CNN Indonesia -- Kompleksitas persoalan telah memaksa anggota dewan turun tangan mengurai sengkarut permasalahan yang ada di perusahaan pelat merah pimpinan Richard Joost Lino tersebut.
Berangkat dari aduan masyarakat dan tindak lanjut koordinasi dengan kepolisian, anggota dewan menyimpulkan kompleksitas persoalan di Pelindo II menyinggung lintas komisi yang membidangi ragam kepentingan.
Pansus pun pada akhirnya melibatkan sedikitnya lima komisi yang nantinya bakal berkoordinasi dalam memberikan rekomendasi guna membenahi sistem dan tata kelola di Pelindo II.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wacana pembentukan Pansus Pelindo II mulai mengemuka setelah Komisi III sepakat mengawal penegakan hukum di perusahaan milik negara tersebut. Usulan itu muncul setelah Komisi III menyoroti adanya intervensi dari RJ Lino saat penyidik kepolisian melakukan penggeledahan di kantornya.
Inisiator Pansus Mansinton Pasaribu bahkan menilai penolakan RJ Lino terhadap upaya penyidikan kasus pengadaan mobile crane telah membuat kegaduhan. Aduan RJ Lino kepada pejabat di lingkaran Istana dituding menjadi penyebab Komjen Budi Waseso dimutasi dari jabatan Kepala Bareskrim.
Komisi III berkesimpulan upaya penegak hukum untuk membongkar kasus dugaan korupsi di Pelindo II mesti mendapat pengawalan. Terlebih, bukan hanya polisi yang tengah mengusut perkara di Pelindo II. Komisi Pemberantasan Korupsi pun mengakui tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan di Pelindo II. Komisi yang membidangi urusan infrastruktur dan perhubungan sejak awal telah memberikan dukungan penuh niatan Komisi III untuk membentuk Pansus Pelindo II. Dalam hal ini, Komisi V mendorong agar Pansus berfokus mengungkap persoalan proses bongkar muat barang di pelabuhan, yang belakangan lebih dikenal dengan istilah dwelling time.
Usulan dari Komisi III mendapat respons positif lantaran Komisi V menganggap nantinya Pansus Pelindo II bisa bersinergi dengan Panitia Kerja (Panja) Kenoektivitas Transportasi Laut yang sudah terlbih dulu dibentuk Komisi V.
Persoalan dweling time menjadi pemicu sorotan publik lantaran berhasil membuat geram Presiden Joko Widodo saat melakukan sidak di lapangan. Komisi V menilai urusan dwelling time bukan sekadar mempengaruhi pendapatan negara bukan pajak (PNBP), tapi juga lebih kepada upaya membongkar mafia perusahaan. Membidangi ruang lingkup industri, investasi persaingan usaha, Komisi VI menyoroti keputusan Lino memperpanjang konsesi pengelolaan peti kemas di Tanjong Priok kepada Hutchison Port Holding (HPH). Keputusan itu dinilai telah melanggar UU nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran lantaran mengabaikan otoritas pemerintah sebagai regulator di pelabuhan --dalam hal ini Menteri Perhubungan.
Dalam rapat dengar pendapat yang digelar bersama Lino (16/9), Ketua Komisi VI menyatakan bahwa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah menolak perpanjangan konsensi yang dipegang anak perusahaan Pelindo II, Jakarta International Container Terminal, kepada perusahaan asal Hong Kong, HPH.
Namun Lino rupanya tetap ngotot memperpanjang konsesi untuk masa kontrak 20 tahun tambahan. Komisi VI pun berkesimpulan RJ Lino telah melanggar aturan. Komisi IX telah membentuk Panja Pekerja Pelindo II. Komisi yang membidangi ruang lingkup ketenagakerjaan itu menyerukan agar tidak ada lagi pemutusan kerja dan mutasi pekerja yang selama ini mengais rezeki di bawah kepemimpinan RJ Lino.
Nasib pekerja Pelindo II menjadi perhatian Komisi IX setelah Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SPJITC) mengadukan kisruh PHK dan mutasi pekerja di anak perusahaan pelat merah tersebut.
Dalam aduannya ke Komisi IX (16/9), SPJITC menyatakan PHK dan mutasi itu merupakan dampak dari perpanjangan konsesi perusahaan ke pihak asing. PHK dan mutasi diberikan tanpa penjelasan dari pihak perusahaan. Dampak dari korupsi adalah terjadinya kerugian uang negara. Komisi XI merasa perlu turun tangan untuk mengantisipasi potensi kerugian negara di Pelindo II yang disebut-sebut mencapai Rp 3 triliun.
Ada sejumlah aspek yang menjadi perhatian serius Komisi XI dalam mengawal Pansus Pelindo II. Di antaranya berkaitan dengan penerapan rekomendasi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, target manajemen, performa kinerja secara korporasi, dan pelaksanaan operasional yang selama ini dijalankan Pelindo II.
Upaya pembenahan dianggap perlu dilakukan guna memperbaiki tata kelola Badan Usaha Milik Negara. Perbaikan tersebut diharapkan membuahkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan tingkat ekonomi.