Di sisi lain, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi Pratama Persadha mengatakan saat ini masyarakat telah skeptis dengan diskon-diskon bombastis di
e-commerce.Pasalnya seringkali harga produk di
mark-up terlebih dahulu sebelum diberi diskon gila-gilaan. Padahal dengan harga akhir yang sama, hanya 5 hingga 10 persen lebih murah dari harga pasaran.
Padahal kalau memang diskon besar, Pratama mengatakan setidaknya harga barang harus di diskon dari harga pasaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang di diskon, namun klaim diskon 70% misalnya ternyata bila dicek hanya 5-10 persen lebih murah dari harga pasaran. Padahal harusnya jauh lebih murah dari pasaran Itu kenapa banyak yang skeptis juga memandang Harbolnas," kata Pratama.
Menanggapi meleknya masyarakat terkait harga tersebut,
e-commerce tak kehabisan akal. Pratama mengatakan ada promo-promo dengan harga serba misalnya Rp10 ribu atau Rp99 ribu.
"Harga benar seperti yang tertera, namun kuantitas barang mungkin sedikit," katanya
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kata Pratama, harus menegur e-commerce terkait keterbukaan soal harga hingga ketersediaan stok barang.
"Misalnya saat diskon dengan harga sangat murah, dijelaskan berapa banyak stoknya, dan dihitung real time ketersediaan stok. Sehingga masyarakat tidak merasa ditipu dan hanya menjadi alat menaikkan trafik kunjungan," ujar Pratama.
Mengamati data SimilarWeb, jumlah kunjungan di situs Tokopedia selalu berada di atas situs
e-commerce lain setiap bulannya. Kunjungan tertinggi Tokopedia terjadi pada bulan September yang mencapai 169 juta pengunjung. Jumlah ini meningkat 123 persen dari kunjungan awal tahu.
Bukalapak terjadi pada bulan November dengan angka 120, ribu kunjungan. Jika dibandingkan dengan catatan pengunjung desktop dan mobile web mereka di bulan Januari lalu, Bukalapak mampu membukukan margin hingga 69,2 ribu kunjungan, alias meningkat 135 persen.
(evn)