Jakarta, CNN Indonesia --
Kemolekan dan sejuk Lembang menjadi salah satu daya tarik wisata di kawasan Bandung yang menarik banyak wisatawan datang ke kawasan yang dilewati Patahan/ Sesar Lembang.
Untuk memanjakan para wisatawan ini, pengusaha pun berlomba memberikan berbagai tawaran mulai dari penginapan, wisata, hingga kuliner.
Sesar Lembang terletak sekitar 10 km di utara kota Bandung dan memanjang dengan arah barat - timur melalui kota Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Beberapa tempat wisata yang populer di sepanjang sesar Lembang, antara lain Maribaya, Observatorium Bosscha, Gunung Batu, Desa Lembang, hingga Tebing Keraton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan sejumlah penelitian yang dilakukan LIPI dan ITB menyatakan kawasan ini dilewati sesar aktif Patahan Lembang.
Patahan ini berpotensi memicu gempa 6,5 - 6,9 Mw (Magnitudo Wave/ gelombang magnitudo) di kedalaman 10 kilometer dari permukaan jika bergerak bersamaan.
Mengapa disebut bersamaan? Karena patahan lembang sepanjang 29 kilometer bukan sebuah sesar utuh yang menerus, melainkan terpecah-pecah di sejumlah titik. Sehingga, jika hanya satu bagian patahan saja yang bergerak, maka gempa yang dihasilkan tak akan sebesar itu. Berdasarkan catatan BMKG pada 2011, gempa yang sempat terjadi di kawasan ini rata-rata dibawah 3,5 Mw.
Gempa dangkal (10 km) Sesar Lembang menurut BMKG menyebabkan derajat kerusakan mencapai VII-VIII MMI (Modified Mercalli Intensity). Skala sebesar itu artinya gempa bisa menyebabkan sebagian dinding bangunan roboh. Selain itu, struktur bangunan mengalami kerusakan ringan sampai sedang.
Berdasarkan studi Puslitbang BMKG (2014), sesar Lembang merupakan sesar yang masih aktif. Data GPS memperlihatkan pergeseran sesar lebih bisa lebih dari 1 cm per tahun. Sebagai perbandingan pergeseran lempeng Indo-Australia terhadap pulau Jawa (lempeng Eurasia) yang mencapai 6-7 cm dalam setahun.
Meski sangat kecil, peneliti dalam studi itu mengingatkan bahwa sesar Lembang masih aktif. Aktifnya sesar Lembang pun secara otomatis bisa mempengaruhi denyut ekonomi yang ada di sekitarnya.
Potensi kerugian ekonomi
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa gempa bumi selalu berkaitan dengan kerusakan atau kerugian fisik dan ekonomi.
Selain Lembang, empat kecamatan yang dilintasi oleh sesar Lembang adalah Parongpong, Cisarua, Ngamprah, dan Padalarang. Jumlah penduduk di lima kecamatan itu berdasarkan data BPS Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2016 lebih dari 721 ribu jiwa.
Namun, gempa yang diakibatkan oleh Sesar Lembang tidak hanya akan berpengaruh pada kawasan yang dilewati sesar saja. Tapi juga berpengaruh pada kawasan di Cekungan Bandung dan sekitarnya.
Padahal, kawasan Cekungan Bandung merupakan salah satu kawasan industri andalan dengan sektor unggulan adalah industri, tanaman pangan, pariwisata, dan perkebunan.
Pakar Gempa dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) ITB, Irwan Meilano menyampaikan hasil studi mengenai kerugian ekonomi akibat bencana tidak bisa menghasilkan angka pasti. Pasalnya, tingkat risiko ekonomi dihitung berdasarkan probabilistik.
"Jadi risiko itu metodenya probabilistik, artinya kita mengasumsikan ada magnitudo tertentu, biasanya maksimum. Tapi, bisa jadi magnitudonya tidak itu yang muncul," ujar Irwan kepada CNNIndonesia.com.
Meski demikian, berdasarkan studi dengan sampel yang diambil dari kawasan Coblong, Kota Bandung, itu ditemukan potensi kerugian ekonomi cukup besar akibat gempa sesar Lembang dengan asumsi grid 5x5 detik. Studi itu mengasumsikan beberapa jenis bangunan dengan besarnya goncangan.
Probabilitas dalam studi itu adalah 10 persen dalam 50 tahun atau probabilitas terjadinya 100 persen dalam 100 tahun terlampaui.
Dalam studi yang dipaparkan, Irwan menyampaikan getaran gempa sesar Lembang akan sangat dirasakan di Bandung Barat, Bandung, dan Sumedang. Sedangkan Kota Bandung, Subang, hingga Purwakarta juga terdampak meski tidak separah wilayah yang berada sangat dekat dengan sesar Lembang.
Irwan tidak menjelaskan secara spesifik berapa nilai kerugian ekonomi akibat gempa itu. Untuk Kota Bandung misalnya, dia memprediksi kerugian akibat gempa bisa berkisar dari Rp20-40 triliun. Alasan tingginya kerugian karena banyaknya infrastruktur yang tidak dipersiapkan untuk gempa.
Kisaran kerugian ekonomi akibat gempa di wilayah itu dinilai masuk akal berkaca dari sejumlah peristiwa gempa di daerah lain. Dia Lombok misalnya, dia mengingatkan kerugian akibat gempa mencapai Rp18-20 triliun. Sedangkan di Palu kerugiannya jauh lebih besar.
"Tapi kami tidak tertarik menghitung kumulatif angkanya. Bagi kami itu bisa jadi cukup menjebak karena membuat orang terkejut dengan besarnya kerugian. Namun, sebetulnya dalam perhitungan itu terlalu banyak asumsi," ujar Irwan.
Irwan mengingatkan risiko akibat bencana dihitung berdasarkan tiga hal, yakni ekonomi, kerusakan lingkungan, dan korban jiwa. Namun, dia menegaskan ketiga hal itu sebenarnya tidak bisa dikonversi menjadi rupiah.
Sementara itu, Forum Pengurangan Risiko Jawa Barat (FPRB), Dadang Sudardja menyampaikan kajian rencana kontijensi sesar Lembang menjelaskan dampak ekonomi akibat gempa sesar Lembang sangat luar biasa, terutama bagi Kota Bandung. Faktor fisik dan geologis wilayah itu dinilai membuat risiko menjadi sangat tinggi.
Dengan simulasi magnitude 6,8, bangunan di Kota Bandung yang terdampak gempa sesar Lembang mencapai lebih 350 ribu bangunan. Bangunan yang rusak berat sebanyak 24 persen.
"Jadi saya meyakini itu pasti puluhan triliun. Karena menyangkut aspek fisik seperti bangunan, jalanan, hingga jembatan. Ini sangat luar biasa," ujar Dadang.
Dalam portal hasil kajian risiko milik BNPB bernama InaRISK, terdapat potensi kerugian fisik dan kerugian ekonomi akibat suatu bencana. Meski tidak spesifik akibat gempa sesar Lembang, InaRISK menyebut kerugian fisik akibat gempa di kawasan yang bersinggungan langsung dengan sesar Lembang mencapai triliunan rupiah.
Dalam Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) Kementerian Keuangan, Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2004-2013 Indonesia mengalami beragam bencana dengan total kerugian sebesar Rp126,7 triliun.
Rata-rata nilai kerugian ekonomi langsung berupa kerusakan bangunan dan non-bangunan akibat multi bencana yang dialami Indonesia dari tahun 2000 hingga 2016 mencapai Rp22,85 triliun per tahunnya.
Kemenkeu pun mengingatkan kerugian ekonomi dan fisik akan terus meningkat di masa mendatang apabila tidak dilakukan perbaikan kebijakan dan peningkatan upaya mitigasi, kesiapsiagaan dan transfer risiko secara menyeluruh.
Perencanaan keuangan Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho menyampaikan antisipasi untuk meminimalisir dampak ekonomi dari insiden bencana alam, seperti gempa merupakan keharusan. Terlebih, masyarakat yang memang memilih untuk tetap tinggal di daerah rawan bencana karena beragam alasan.
Andy menuturkan langkah yang harus dilakukan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana adalah dengan menyediakan dana darurat yang berasal dari pendapatan rutin.
Besaran pendapatan rutin yang dialokasikan untuk dana darurat pun beragam, minimal 10 persen. Untuk daerah rawan gempa misalnya, dia menyarankan dana darurat sebaiknya 15 persen karena tingkat kerusakan akibat gempa terbilang parah.
Selain itu, gempa tidak bisa diprediksi seperti bencana banjir di DKI Jakarta yang hampir pasti setiap tahun terjadi.
"Jadi dana darurat itu bisa digunakan untuk perbaikan, misalnya terjadi sesuatu pada diri kita," ujar Andy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (21/4).
Selain untuk merenovasi rumah, dana darurat juga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama menunggu bantuan dari pemerintah. Selain itu, dana darurat yang sudah disiapkan juga bisa digunakan untuk membangun rumah baru di lokasi yang lebih aman.
"Tapi pada intinya jangan putus menyediakan dana darurat," ujarnya.
Di sisi lain, Andy pun menyampaikan masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa bisa mengasuransikan tempat tinggalnya. Dia menyampaikan sejumlah perusahaan asuransi menyediakan layanan perlindungan bagi rumah yang terancam rusak akibat gempa meski dengan premi yang lebih besar dari asuransi properti pada umumnya.
Berdasarkan gambaran umum, Andy menyampaikan rumah dengan nilai Rp500 juta hanya cukup menyisihkan premi sebesar Rp500 ribu per tahun. Dia berkata setiap perusahaan asuransi memiliki formulasinya tersendiri.
"Tapi kalau asuransi masih mau cover meski dengan premi lebih mahal menurut saya sih itu worth it banget dibandingkan tidak ada sama sekali," ujar Andy.
Andy menambahkan tips meminimalisir dampak ekonomi itu juga berlaku bagi para pelaku bisnis. Sebab, dia menyebut cara itu paling tidak bisa menyelamatkan aset.
"Asuransi tidak bisa cover semua aset mereka. Tapi paling tidak ada beberapa aset seperti bangunan bisa dibangun kembali berkat asuransi," ujarnya.
Direktur Tatadana Consulting, Tejasari Asad menyampaikan asuransi adalah langkah tepat untuk mengamankan properti yang ada di kawasan rawan gempa. Namun, dia mengingatkan calon nasabah harus memperluas polis karena perusahaan penyedia asuransi pada umumnya memberikan batasan layanan.
"Sejalan dengan kondisi saat ini memang kalau untuk yang bencana kita bisa minta untuk tambah lagi sama orang asuransi, misalnya untuk gempa bumi," ujar Tejasari.
Selain asuransi, Tejasari menekankan pentingnya untuk membangun rumah atau bangunan yang tahan gempa. Dia menyampaikan masyarakat bisa meniru bagaimana masyarakat Jepang membangun rumah tahan gempa.
"Rumah tahan gempa tidak perlu kokoh. Justru yang fleksibel. Jadi tidak terlalu hancur," ujarnya.
Sedangkan menabung untuk meminimalisir kerugian ekonomi akibat gempa, dia menilai tidak begitu optimal. Sebab, dia menyebut butuh waktu lama untuk menyediakan dana untuk membangun rumah yang hancur akibat gempa.
"Tapi sementara menabung sebaiknya asuransi dengan perluasan manfaat," ujar Tejasari.
"Asuransi memang nilainya lumayan besar. Tapi kalau bangunan hancur telah diasuransikan, dia bisa dapat uang untuk bangun kembali," ujarnya.