Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengurangi porsi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam proyek pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) guna mengurangi beban finansial perusahaan listrik pelat merah tersebut. Porsi PLN berkurang dari 10 ribu MW menjadi 5 ribu MW.
"Kami memutuskan untuk mengurangi porsi PLN mengingat investasi di ketenagalistrikan adalah sesuatu yang sangat mahal. Kita kecilkan porsinya agar beban PLN tak semakin berat," jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Jakarta, Senin (7/9).
Sudirman menjelaskan selain tak ingin membebani pembiayaan investasi yang terlalu besar ke PLN, realokasi proyek ini dilakukan guna memberikan ruang lebih besar bagi swasta untuk terlibat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, lanjut Sudirman, porsi PLN di proyek pembangkit 35 ribu MW tetap dipangkas meskipun sebelumnya perseroan telah menyanggupi membangun pembangkit listrik sebesar 10 ribu MW. PLN, menurut Sudirman, sudah sepatutnya tak menolak hal itu mengingat PLN merupakan eksekutor penting proyek-proyek ketenagalistrikan nasional.
Pada awal perencanaan proyek ini, PLN tadinya memiliki porsi 10 ribu MW dan swasta akan berkontribusi sebanyak 25 ribu MW. Namun, setelah pemerintah menginstruksikan PLN untuk hanya fokus pada transmisi dan operasi pembangkit listrik, maka jatah PLN dikurangi menjadi 5 ribu MW.
"PLN juga merupakan instrumen pemerintah, jadi ya memang sudah seharusnya mengikuti kebijakan negara. Apa yang kami lakukan memang untuk menambah peran swasta di bidang ketenagalistrikan," jelas Sudirman.
Sebagai gambaran pentingnya swasta, kata Sudirman, Kementerian ESDM merencanakan pengadaan listrik sebesar 27,65 ribu MW melalui skema
Independent Power Producer (IPP) selama periode 2016 hingga 2019. Angka tersebut diperkirakan sebesar 70,6 persen dari total pembangkit berkapasitas 39,15 ribu megawatt yang rencananya akan mulai beroperasi (
commercial on date) di dalam periode itu.
Sementara untuk program listrik 35 ribu MW, lanjut Sudirman, diperkirakan membutuhkan investasi total senilai US$ 72,94 miliar. Modal tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun 291 pembangkit, 732 set transmisi, 1.375 unit gardu induk.
Dengan kata lain, jelas Sudirman, pemerintah berharap swasta ikut mendanai proyek 35 ribu MW sebesar US$ 62,12 miliar atau 85,17 persen dari total nilai proyek.
Kendati swasta mengambil porsi paling banyak, Sudirman mengatakan rasio kesuksesan skema IPP sejauh ini hanya sebesar 70 persen sehingga proyek yang ditawarkan minimal harus sebesar 50 ribu MW. Namun, Sudirman tetap optimistis bisa menawarkan listrik sebanyak angka yang disebutkan setelah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjanjikan kemudahan izin usaha.
"Yang penting aturan investasi jelas dan ada insentif yang menarik, semoga itu bisa menjadi daya tarik investor listrik," jelasnya.
Sebelumnya, BKPM telah menyederhakan waktu perizinan sektor ketenagalistrikan dari jangka waktu 923 hari menjadi 256 hari. Hasilnya, sepanjang semester I 2015 terjaring minat investasi senilai US$ 47,1 miliar. Dalam waktu dekat, sejumlah calon investor akan mengajukan izin prinsip untuk tujuh proyek pembangkit listrik dengan estimasi nilai investasi US$ 3,6 miliar.
Keputusan Rizal Ramli
Berbeda dengan Sudirman Said yang ingin proyek pembangkit 35 ribu MW dilanjutkan di tengah berbagai keterbatasan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli justru memutuskan untuk memangkas target 35 ribu MW menjadi 16 ribu MW untuk lima tahun ke depan.
Kebijakan ini diambil Rizal usai rapat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir, tanpa kehadiran Menteri ESDM Sudirman Said.
“Seperti diketahui ada target untuk membangun pembangkit listrik sebesar 35 ribu MW. Setelah kami bahas, 35 ribu MW tidak mungkin dicapai dalam waktu lima tahun, mungkin sepuluh tahun bisa,” kata Rizal di kantornya, Senin (7/9).
Selain lebih realistis, kata Rizal, target baru mega proyek pembangkit listrik itu tidak akan merugikan neraca PLN akibat kelebihan kapasitas.
Berdasarkan hitungan Rizal, jika proyek pembangkit listrik 35 ribu MW dipaksakan tuntas dalam lima tahun, maka dengan beban puncak sebesar 74 ribu MW pada 2019, PLN akan mengalami kelebihan pasokan listrik yang tidak terpakai (
idle) sebanyak 21.331 MW. Akibat kelebihan pasokan listrik tersebut, maka biaya yang harus ditanggung PLN pada 2019 diperkirakan mencapai Rp 10,76 miliar.
“Sesuai dengan aturan yang ada PLN harus membeli listrik yang dihasilkan oleh swasta, membeli sekitar 72 persen dari nilainya. Kalau ini terjadi PLN akan mengalami kesulitan keuangan,” tutur Rizal.