Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah secara resmi membuka lebar peluang bagi pengembang listrik swasta (
Independent Power Producer/IPP) agar bisa menggarap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2017 hingga 2026.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, hal itu sejalan dengan fokus pemerintah yang ingin mengedepankan efisiensi Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkit yang berujung pada tarif setrum yang lebih murah.
Pasalnya, PLTU Mulut Tambang dibangun di dekat lokasi pertambangan, sehingga bahan baku batu bara bisa diperoleh lebih murah karena ongkos angkutnya bisa ditekan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, PLTU Mulut Tambang bukan satu-satunya sorotan pemerintah di dalam menyediakan tenaga listrik yang lebih murah. Jonan juga menekankan pentingnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang berlokasi di dekat kepala sumur gas (
well head).
"Nantinya harus bangun PLTU
mine mouth. Kalau tidak mau, ya tidak boleh. Sama seperti tenaga gas. Daerah yang punya gas seperti Sulawesi, Kalimantan, atau Papua, harus bangun Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) kepala sumur (
well head)," jelas Jonan.
Tentu saja, penetapan batu bara sebagai energi primer pun didasari beberapa alasan lain. Salah satu faktor lain adalah cadangan batu bara nasional yang masih memadai.
Hingga akhir tahun 2016, cadangan batu bara terbukti tercatat 28,45 miliar ton dengan potensi sumber daya yang mencapai 128,06 miliar ton, di mana jumlah potensi ini meningkat dari tahun sebelumnya 126,61 miliar ton.
Dengan demikian, PLN pun membuka tambahan proyek baru untuk PLTU Mulut Tambang dan mengubah rencana lelang PLTU biasa menjadi PLTU Mulut Tambang. Tercatat, ada 10 proyek PLTU Mulut Tambang yang merupakan proyek baru atau pun proyek pengalihan yang diharapkan bisa berkontribusi sebesar 2.564 Megawatt (MW) pada tahun 2026 mendatang.
Rinciannya, dua proyek ini berada di Sumatera sedangkan sisa delapan proyek akan bertempat di pulau Kalimantan. Ini sesuai dengan persebaran cadangan batu bara, di mana 97 persen cadangan berada di pulau Kalimantan.
Kesempatan ini pun dimanfaatkan oleh produsen batu bara nasional yang ingin masuk ke ranah penyediaan energi nasional.
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk, contohnya. Perusahaan pelat merah tersebut memandang bisnis pembangkit listrik sebagai lini usaha utama perusahaan di masa depan.
Pasalnya, bisnis pertambangan batu bara dinilai tidak sinambung akibat cadangan yang terus turun dan harga batu bara yang cenderung fluktuatif.
"Masa depan bisnis PTBA ini di pembangkit. Sebagai pembangkit dengan tenaga batu bara, kami ingin transformasi ke depan dengan pembangkit berbasis mulut tambang. Dengan deposit yang diketahui, ada kemampuan bagi kami untuk berkontribusi sampai dengan 5 ribu MW," papar Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin.
Selain melakukan penetrasi lewat lelang PLN, perusahaan juga membidik belasan PLTU untuk diakuisisi. Menurutnya, sebagian PLTU ini sudah beroperasi dan sebagian lagi telah melalui proses perjanjian jual beli listrik (
Power Purchase Agreement/PPA) dengan PLN.
"Ada kajian untuk mengembangkan mulut tambang lain di Sumatera Selatan dan di luar Sumatera Selatan dengan pola akuisisi. Kami melihat, terdapat beberapa perusahaan yang punya potensi untuk dikembangkan lebih lanjut," jelasnya.
Sementara itu, produsen batu bara nasional PT Adaro Energy Tbk berniat untuk mengikuti semua lelang PLTU Mulur Tambang yang ditawarkan PLN. Selain itu, perusahaan yang mengambil porsi 11,89 persen produksi batu bara nasional tahun 2016 silam ini juga akan menmanfaatkan beberapa tambang yang telah diakuisisi di Sumatera Selatan dan Kalimantan untuk dijadikan sumber PLTU Mulut Tambang.
"Ketika kami beli aset tersebut, kami lihat secara jangka panjang. Batu bara secara efisien kan hanya bisa dijadikan sumber energi, ya lebih baik kami jadikan bahan baku
power plant kedepannya. Tapi, tentu saja kemampuan kapasitasnya berbeda antara satu pulau dengan pulau lainnya," papar Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro.
Ia berharap, lini bisnis pembangkit listrik bisa menyumbang pendapatan perusahaan sebesar 33 persen dalam waktu delapan hingga 10 tahun mendatang. Angka tersebut akan berbanding terbalik dengan kondisi tahun lalu, di mana 92,86 persen dari total pendapatan sebesar US$2,52 miliar masih ditopang dari penjualan batu bara.
"Kami berharap, di masa depan, kontribusi pembangkit listrik bisa mencapai sepertiga dari total pendapatan," ujarnya. Kedua perusahaan tersebut menyatakan tidak ada masalah dengan kebijakan baru pemerintah terkait tarif jual setrum kepada PLN yang dipatok 75 persen dari BPP regional. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2017.
Arviyan justru mengatakan bahwa PLTU Mulut Tambang akan diuntungkan dengan kebijakan ini lantaran biaya produksinya lebih rendah dibandingkan dengan PLTU biasa.
"Setidaknya, ongkos pengangkutan batu bara ke PLTU mulut tambang lebih murah dibanding PLTU non-mulut tambang. Apalagi, biaya produksi listrik bisa lebih murah jika pakai kalor rendah, sehingga ini tergantung dengan tambangnya sendiri. Jika demikian, maka otomatis tarif listrik juga bisa lebih murah," jelasnya.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso berharap seluruh lelang untuk PLTU Mulut Tambang ini bisa dilakukan di tahun ini. Tak hanya itu, nantinya pengembang listrik swasta bagi PLTU Mulut Tambang pun bisa ditunjuk secara langsung oleh PLN.
Namun, hingga saat ini, PLN masih mengkaji PLTU yang sedianya bisa akan ditawarkan melalui skema penunjukkan langsung. Meski begitu, PLN berkomitmen untuk mengejar penyediaan PLTU Mulut Tambang agar BPP pembangkitan menjadi turun.
"Jika ingin penunjukkan langsung, maka tentu harus dilihat tambangnya. Tambang yang baik tentu memiliki kalor cukup baik dan cadangan bagus sehingga kelihatan akan memberikan dampak bagi listrik yang murah," ujarnya.