Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan merebak. Telinga masyarakat menjadi panas setelah mendengar kabar pemerintah membuka peluang untuk menyesuaikan harga BBM penugasan jenis Premium dan Solar mulai 1 Juli mendatang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, harga BBM perlu disesuaikan bulan mendatang karena harga minyak dunia yang terus merangkak naik.
Melihat data harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), rerata ICP dalam lima bulan terakhir menunjukkan angka US$49,9 per barel atau lebih tinggi 44,68 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US$34,49 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah sepakat, dari Maret hingga Juni memang tidak akan ada perubahan. Tapi, kami akan lihat apakah akan ada perubahan. Sekarang kan masih masa Ramadan dan mau menjelang Idul Fitri," terang Jonan.
Kenaikan harga minyak juga dirasa perlu karena PT Pertamina (Persero) mengaku rugi berjualan BBM jenis Premium dan Solar. Direktur Pemasaran Pertamina Mochamad Iskandar menjelaskan, harga Premium sebesar Rp6.450 per liter dan Solar sebesar Rp5.150 per liter ini baru akan ekonomis jika harga minyak sebesar US$37 per barel.
Karena harga yang tak kunjung berubah, saat ini Pertamina harus menombok Premium sebesar Rp450 per liter dan Solar sebesar Rp1.150 per liternya. Mau tak mau, penugasan ini membebankan keuangan Pertamina, apalagi perusahaan minyak pelat merah itu punya segudang proyek untuk dijalankan.
"Harapan kami setelah Juni ada penyesuaian harga BBM," kata Iskandar.
Penyesuaian harga BBM memang selalu menjadi perhatian kebijakan ekonomi pemerintah. Tak lain, karena selalu ada lompatan inflasi yang ikut mengekor.
Contohnya, inflasi tahunan di tahun 2014 sempat melonjak 8,36 persen gara-gara lonjakan harga BBM di kuartal III 2014. Setahun sebelumnya, inflasi tahunan juga menyentuh 8,38 persen gara-gara ada kenaikan BBM tanggal 22 Juni 2013.
Oleh karenanya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo meminta pemerintah untuk menimbang ulang keputusan mengubah harga BBM pada semester II mendatang.
Hal ini dianggap akan memperparah kenaikan harga barang dan jasa setelah inflasi pada bulan Juni diperkirakan meningkat akibat momen ramadan dan lebaran.
"Kalau seandainya ada penyesuaian BBM, yang dijaga adalah dampak ke inflasi," paparnya.
Inflasi sudah barang tentu akan sulit diredam. Pasalnya, tak ada yang bisa mengelak dampak negatif yang ditimbulkan kenaikan harga BBM.
Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, kenaikan harga BBM pasti akan disertai oleh kenaikan tarif angkutan darat. Bahkan, asosiasi sudah menyiapkan hitung-hitungan formula peningkatan tarif kalau pemerintah jadi meningkatkan harga Premium dan Solar.
"Ada dasar hitung-hitungannya, setiap kenaikan harga BBM sekian persen akan berdampak ke tarif angkutan sekian persen. Namun, ini kan masih belum resmi diumumkan, jadi kami tak bisa memberikan dulu perkiraan hitungannya," jelasnya.
Kendati demikian, tak semua pengusaha angkutan senang dengan kenaikan tarif. Karena dengan kenaikan BBM, maka akan ada tambahan kewajiban yang dilakukan pengusaha angkutan darat, seperti tambahan upah bagi pengemudi hingga kenaikan biaya suku cadang.
Justru, kenaikan biaya operasional ini jauh lebih dirasakan usaha angkutan daripada dampak kenaikan BBM itu sendiri. Apalagi, BBM hanya menyumbang 17 persen dari seluruh komponen pembentuk tarif angkutan.
"Bisa dibilang, kalau sudah begini ya usaha angkutan darat makin ambruk lagi. Terkadang, kami pun tak serta merta turunkan tarif angkutan ketika harga BBM turun, karena komponen biaya operasional sudah terlanjur naik dan tak mau turun," tambahnya.
Setali tiga uang, pelaku usaha ritel juga mengaku akan kena imbas jika harga BBM dinaikkan. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menjelaskan, bahkan efek kenaikan harga BBM menampar baik dari sisi penawaran maupun permintaan.
Dari sisi penawaran, tentu saja harga barang-barang yang dijual menjadi lebih mahal. Sementara dari sisi permintaan, peritel khawatir daya beli masyarakat menjadi turun. Kalau daya beli turun, masyarakat akan mengerem belanja demi memenuhi kebutuhan pokok yang juga semakin mahal.
"Maka dari itu, seluruh rangkaian naik turunnya harga BBM harus memperhatikan daya beli. Kenaikan harga BBM ini sangat sensitif bagi masyarakat, sedikit saja perubahannya akan berdampak ke suku bunga, biaya distribusi, dan lainnya," kata Tutum.
Tak hanya dunia usaha, masyarakat pun memikirkan hal serupa. Lelly, ibu rumah tangga yang berdomisili di Depok, Jawa Barat ini juga mengkhawatirkan harga-harga yang meroket pasca pengumuman BBM. Dengan alokasi jatah belanja yang tidak bertambah, ia pun siap mengikat perut kalau pemerintah jadi menaikkan harga BBM.
"Karena kalau harga BBM naik, harga barang langsung naik. Tapi kalau harga BBM turun, harga barang-barang kebutuhan malah tidak kunjung turun. Boleh saja sih harga BBM naik, asal saya punya kenaikan pendapatan yang lebih besar daripada kenaikan harga BBM-nya," terangnya.
Untuk itu, ia berharap pemerintah mau mengurungkan niatnya dalam menaikkan harga Premium dan Solar di paruh kedua 2017 mendatang. Bahkan, ia juga ingin pemerintah tidak mengutak-atik harga BBM di tahun-tahun mendatang.
"Padahal sudah enak harga BBM tidak berubah setelah sekian lama. Saya harap sih pemerintah mau mendengar keluhan warga saja," tutur Lelly.