Jakarta, CNN Indonesia -- Sepuluh karya keramik berwujud kepala yang disusun berderet itu mencuri perhatian pengunjung pameran. Tidak hanya karena bentuk dan warnanya yang mencolok, akan tetapi, juga karena dari suara ketukan yang ditimbulkannya seperti ketukan bunyi gamelan yang saling sahut menyahut satu sama lain.
Karya seniman asal Bandung, Arya Pandjalu tersebut menjadi satu dari 41 seniman yang turut serta dalam pameran keramik kontemporer internasional bertajuk
The 4th Jakarta Contemporary Ceramics Biennale yang resmi dibuka pada Rabu (7/12) malam.
Bertempat di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pameran dengan tema
'Ways of Clay: Perspective Toward the Future' tersebut diikuti seniman dari dalam dan luar negeri, dan berlangsung hingga 22 Januari 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengisi tiga gedung, A, B dan C milik Galeri Nasional, pameran ini merentang dengan menghadirkan beragam bentuk karya seni dari mulai pajangan di atas meja, hiasan dinding, instalasi seni, hingga video pendek yang merangkum proses kreatif dan kisah bercerita.
Para seniman yang turut serta tahun ini dibagi atas dua, yang berpartisipasi dalam program residensi, dan yang tidak.
Adapun seniman yang berpartisipasi dan ikut residensi, di antaranya ada Arya Pandjalu, Eddie Hara, dan Uji 'Hahan' Handoko dari Indonesia, Angie Seah (Singapura), Awangko Hamdan (Malaysia), Danijela Pivasevic-Tenner (Serbia-Jerman), Elodie Alexandre (Perancis-India), He Wenjue (China), Joris Link (Belanda), Jose Luis Singson (Filipina), Joseph Hopkinson (Wales-UK), Kawayan De Guia (Filipina), Ljubina Jocic nezevic (Serbia), Maria Volokhova (Ukraina-Jerman), Nao Matsunaga (Jepang-UK), Pei-Hsuan Wang (Taiwan), Richard Streitmatter-Tran (Vietnam), Ryota Shioya (Jepang), Soe Yu Nwe (Myanmar), dan Thomas Quayle (Australia).
Sementara, seniman yang tidak residensi, antara lain Agung 'Agugn' Prabowo, Heri Dono, Eddie Prabandono, Gita Winata, Nadya Savitri, dan Panca Dz dari Indonesia, serta Alice Couttoupes (Australia), Ane Fabricus Christiansen (Denmark), Antonella Cimatti (Italia), Clare Twomey (UK), Diego Akel (Brazil), Eva Larsson (Swedia), Geng Xue (China), Kyoko Uchia (Jepang), Kyungwon Baek (Korea Selatan), Masha Ru (Rusia-Belanda), Dina Roussou (Yunani-Belanda), Mohamad Rizal Saleh (Malaysia), Sarah O'Sullivan (Australia), Takashi Hinoda (Jepang), Teri Frame (AS) dan Tomoko Sakumoto (Jepang).
Residensi selama satu bulan berlangsung di sejumlah tempat di Indonesia, diantaranya di Bandung, Majalengka, Yogyakarta, Semarang, dan Bali.
Hasilnya, seniman yang ikut residensi melahirkan karya kreatif yang tidak hanya beranjak atas pencarian riset, tapi juga dari temuan di tempat residensi yang ditinggali. Beberapa di antaranya mengusung kritik sosial di daerah setempat, dan mencoba mewujudkannya dalam bentuk karya.
Diberi tajuk topeng, tiga karya dari Arya Pandjalu ini memadu-padankan sosok figur dengan dada dan kepala, dengan burung sebagai puncaknya. Karya keramiknya juga kadang disertai tetumbuhan organik dan benda keramik yang menyeruak dari berbagai sisi. Penggunaan warna-warna mencolok membuatnya mudah menarik perhatian.
Tiga keramik di gedung C Galeri Nasional tersebut menjadi bagian lain dari karya Arya yang dipamerkan kali ini. Proses kreatifnya turut menghiasi pameran di gedung A, dengan menempatkan sekitar patung hijau terang dengan bunyi sahutan seperti gamelan.
Dalam proses kreatifnya, Arya termasuk salah satu seniman yang berpartisipasi dalam residensi JCCB4 di Jenggala, Bali. '
"Gagasan ini muncul dari beberapa hari saya residensi, tentang tanah dan persoalan-persoalan yang ada di sekitarnya," ujar Arya saat ditemui disela-sela pameran.
Lewat karyanya, seniman asal Bandung ini menggabungkan cara bercerita pribadi dengan cara bercerita kelompok masyarakat.
Ia mengaku membuat sekitar 21 karya selama residensi, dan memilih sekitar belasan di antaranya untuk kemudian dipamerkan. Mengambil satu sudut ruang di gedung A Galeri Nasional Jakarta, karya Takashi Hinoda ini mencuri perhatian dengan jumlahnya yang cukup banyak dan penggunaan warna-warna mencolok memanjakan mata.
Sekilas, karya ini seolah menyerupai panggung yang di dalamnya terdapat sejumlah sosok figur dengan beberapa pemain musik, seperti DJ, drummer, gitaris, dan Ouroboros. Yang menarik adalah bagaimana sosok figur ini menyeruak dengan bentuk yang tak biasa, ada yang menyerupai alien serta sosok imajinatif yang penuh intrik.
Efek dramatis dari presentasi karyanya cukup menarik untuk disimak dan ditelisik lebih lama. Karya dari seniman keramik Malaysia, Awangko Hamdan ini kerap menjadi latar bagi pengunjung untuk diabadikan dan selfie.
Hamdan juga menjadi salah satu seniman yang ikut berpartisipasi dalam program residensi yang diusung JCCB 4. Ia berdiam di Studio Ahadiat Joedawinata Bandung, pada Agustus 2016.
Hasil karyanya, kemudian dibagi atas dua, sebagai pajangan di atas meja, dan beberapa karya lainnya disusun sedemikian rupa untuk menempel di dinding.
Karya bikinannya berupa kancing-kancing baju dalam berbagai ukuran kecil dan besar, serta ada yang tampak ditekuk hingga membengkok. Gagasannya unik di antara beberapa karya keramik seniman lain yang ada di sekitarnya. Maria Volokhova menjalani program residensi di Sango Ceramics, Semarang pada Oktober 2016.
Dengan memanfaatkan limpahan produksi dari pabrik Sango, dan terinspirasi dari corak warna berbeda, ia kemudian membuat karya yang sekilas menyerupai setrikaan atau sepatu (tergantung interpretasi yang diperoleh). Namun, pada dasarnya tidaklah demikian.
Dalam proses kreatifnya, Maria memanfaatkan teknik electroplating dan pola-pola di sango untuk diaplikasikan ke atas kakus-kakus jongkok yang terbalik.
Menikmati karya-karya seniman yang menekuni medium keramik ini butuh waktu cukup lama. Terutama ketika menyerap persepsi terbalik yang kerap ia lakukan. Gagasannya adalah tentang persoalan mengolah dan menerima, serta tentang wadah dan isi.
Lewat karya yang ia beri judul Cloboter, Maria Volokhova menghadirkan sesuatu yang tak biasa. Karya Kyoko Uchida ini menjadi salah satu karya yang membuat langkah terhenti ketika memasuki gedung B, Galeri Nasional Indonesia, dalam pameran JCCB 4 tahun ini.
Hampir memenuhi separuh ruang dan lantai serba putih, karya ini sebenarnya berupa sejumlah figur dalam berbagai posisi (dari mulai duduk, jongkok dan lainnya) yang ditempatkan di beberapa titik. Warna figur yang sama dengan warna tumpahan cat di lantai membuatnya butuh usaha ekstra untuk disimak.
Diberi judul In My Room, Kyoko seolah menghadirkan penggambaran bagaimana seseorang bisa dapat dengan bebas mengekspresikan dirinya ketika berada di dalam ruang milik dirinya sendiri.
Total ada sembilan figur yang dibuat Kyoko. Dan semuanya mengusung ekspresi yang berbeda. Menikmati karya uniknya ini memberikan pengalaman berbeda tergantung dari sudut pandang, dari mana mata melihatnya. "Ini adalah tentang manusia, dan caranya dalam berkomunikasi satu sama lain, saling membantu dan mencapai keinginan yang ingin diraihnya."
Demikian Eva Larsson, seniman asal Swedia yang membuat karya berjudul Stargazed itu menjelaskan karyanya saat ditemui di sela-sela pameran.
Dibuat dari bahan keramik dan proses yang cukup rumit, ia membuat beberapa figur yang menyerupai manusia. Beberapa di antaranya sosok perempuan, yang menurut Eva mewakili dirinya sebagai perempuan.
Total ada 15 figur yang ditampilkan, tujuh di atas meja, dan delapan lainnya yang seolah berada di udara bergantung di seutas tali. Semua figur menyampaikan ekspresi yang berbeda.
Untuk karyanya ini, Eva mengatakan dirinya menggunakan bahan dari tanah liat yang dibakar lewat proses raku, yakni pembakaran yang memberikan patung permukaan dengan celah-celah dan nuansa yang sesuai dengan eskpresi yang diinginkan.
Yang menarik, karyanya ini mendapat efek dramatis ketika berada di bawah sorot lampu dengan menghasilan bayangan yang terpampang di dinding. Bayangan-bayangan figur ini muncul dalam ukuran yang besar. Kombinasi antara karya di atas meja dan tambahan efek yang ditimbulkannya menjadikan karya ini mengesankan dan membuat betah berlama-lama.