Tokyo, CNN Indonesia -- Pemerintah Jepang menyatakan pelarangan perburuan paus yang diterapkan terhadap negara ini haruslah berdasar logika, bukan hanya emosi semata.
Hal ini diungkapkan Komisioner Program Penangkapan Ikan Paus Jepang, Joji Morishita, kepada
Reuters, Rabu (26/11).
Morishita mengungkapkan pelarangan terhadap program penangkapan ikan paus terkesan seperti
eco-imperialisme, yaitu pandangan yang menilai suatu sistem hanya berdasar kepada nilai emosi, dan bukan berdasar pada ilmu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sama seperti pelarangan terhadap pembunuhan gajah. Seperti paus, kini membunuh gajah dipandang sebagai suatu tindak kriminal," kata Morishita.
Pekan lalu Jepang mengumumkan rencana untuk melanjutkan perburuan paus di Samudera Selatan pada 2015, meskipun telah dilarang oleh pengadilan internasional, ICJ.
Semenjak dilarang oleh pengadilan internasional, Jepang telah menghentikan perburuannya di Antartika.
Jepang menilai pelarangan ini memangkas jumlah penangkapan ikan paus yang dilakukan untuk tujuan ilmiah.
Morishita mengatakan Jepang akan tetap melakukan perburuan ikan paus minke sebanyak 333 ekor untuk tujuan ilmiah. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan jumlah perburuan sebelumnya, yaitu 900 ekor.
"Masyarakat Jepang, bahkan yang tak memakan daging paus sekalian, tidak akan suka dengan pandangan bahwa babi dan sapi boleh dikonsumsi, sedangkan paus tidak," kata Morishita.
Jepang telah lama menyatakan bahwa perburuan ini tidak mengancam sebagian besar spesies paus. Jepang juga berdalih bahwa mengkonsumsi ikan paus adalah bagian dari kebudayaan negeri sakura ini.
Jepang juga telah memulai perburuan ikan paus untuk tujuan ilmiah sejak tahun 1987.
Baca juga:
Jepang Akan Lanjutkan Perburuan Paus