Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus korupsi manipulasi angka pembayaran uang pelayanan dan layanan pegawai Komisi Yudisial (KY), Al Jona Al Kautsar, divonis majelis hakim pada Senin (24/11), pukul 10.00. Merujuk jadwal, sidang pembacaan vonis akan dipimpin Hakim Ketua Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Sebelumnya, Al Jona dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia juga diwajibkan mengembalikan uang korupsi senilai Rp 4,5 miliar atau dibui tiga tahun tambahan, jika dalam satu bulan tidak mengembalikan uang tersebut.
Bekas staf Sub Bagian Perbendaharaan Bagian Keuangan Biro Umum Sekretariat KY tersebut didakwa menyalahgunakan wewenang dan jabatan sehingga menguntungkan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Al Jona berkewajiban membuat daftar gaji, tunjangan, honor pegawai, dan honor komisioner. Selain itu ia berwenang mengelola dan melakukan rekapitulasi pembayaran uang pelayanan pemeriksaan laporan pengaduan masyarakat (UPP), uang pelayanan sidang pembahasan laporan pengaduan masyarakat (UPS), uang layanan penanganan atau penyelesaian laporan masyarakat (ULP), dan uang layanan persidangan (ULS).
Namun, ia dinilai terbukti memanipulasi daftar tersebut dan meraup keuntungan ilegal senilai Rp 4,5 miliar. Duit tersebut didapat dalam rentang bulan Mei 2009 hingga Maret 2013.
Pada 2009, ia menerima duit panas senilai Rp 153,8 juta. Berselang setahun, rekeningnya menggelembung dengan tambahan uang hampir sepuluh kali lipat senilai Rp 1,13 miliar.
Tak puas, ia tetap melanjutkan praktik manipulatifnya yang mengakibatkan uang senilai Rp 1,5 miliar melenggang mulus ke kantong pribadinya. Duit panas sebanyak Rp 1,45 miliar berhasil ia peroleh pada tahun 2012. Terakhir, pada tahun 2013, Al Jona mendulang keuntungan senilai Rp 207 juta. Padahal, gajinya sebagai pegawai KY tak lebih dari 35 juta saban tahunnya.
Atas tindakan tersebut, ia dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut, sejumlah nama dituding Al Jona juga turut memuluskan praktik korupsi ini. Salah satunya, Sekretaris Jenderal KY Muzayyin Mahbun. Muzayyin dinilai sebagai dalang yang mengutus pembuatan rekapitulasi anggaran.
Sementara itu, beberapa pihak dinilai lalai dalam melaksanakan tugasnya. Mereka adalah Kepala Sub Bagian Verifikasi Akuntansi KY Yasdi Satya Graha dan Bendahara Pengeluaran Soni Solihin serta Cristy Michiko.
Selain itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kasus tersebut yakni Eddi Hari Susanto dan Roejito juga dinilai lalai. Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Patmoko dan Andi Jalal Latif juga tak bertanggungjawab atas wewenangnya. Meski demikian, hingga kini, sederetan nama tersebut belum diseret ke meja hijau.