Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Utara menerima gugatan kubu Aburizal Bakrie yang meminta kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono dapat menghentikan proses kegiatan yang mengatasnamakan Partai Golkar.
"Majelis hakim PN Jakarta Utara menolak eksepsi Agung Laksono, M. Bandu, dan Menteri Hukum dan HAM tentang kompetensi absolut dan relatif," ujar kuasa hukum Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra, Senin (1/6).
Dalam putusan tersebut, kata Yusril, Hakim Ketua Lilik Mulyadi menyatakan berwenang untuk mengadili gugatan yang diajukan kubu Ical sehingga sidang dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada tiga poin yang diputuskan oleh majelis hakim. Pertama, menyatakan kepengurusan Golkar yang sah adalah kepengurusan yang dihasilkan dari Munas Riau pada 2009. Saat itu Aburizal Bakrie terpilih menjadi Ketua Umum Golkar dengan Idrus Marham sebagai Sekretaris Jenderal dan Agung Laksoo selaku Wakil Ketua Umum.
Kedua, menyatakan semua kebijakan dan keputusan yang pernah dikeluarkan kubu Munas Ancol berada dalam status quo. Ketiga, memerintahkan kepada pihak Agung Laksono selaku tergugat untuk menghentikan segala kegiatan dan menyetop mengambil kebijakan dengan mengatasnamakan Partai Golkar. (Baca juga:
Islah Khusus Tak Hentikan Proses Hukum Kepengurusan Golkar)
"Putusan provisi ini mengikat semua orang, bukan hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara," ucap Yusril.
Oleh sebab itu ia mengimbau kepada para pengurus Golkar Agung Laksono serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk dapat menaati putusan tersebut. "Jangan pelintir lagi putusan pengadilan," kata Yusril.
Proses hukum sengketa Golkar yang masih bergulir saat ini berada di Pengadilan Tata Usaha Negara. Kedua kubu berkeras untuk tetap melanjutkan proses hukum untuk menentukan siapa yang berhak menakhodai partai beringin meski islah terbatas telah disepakati demi pilkada. (Baca juga:
Fadli Zon Harap Ical Jadi Ketua Jika Golkar Islah)Sebelumnya, keputusan PTUN yang dibacakan Hakim Teguh Setya Bhakti pada Senin (18/5) menyebutkan bahwa Agung Laksono sebagai pihak tergugat telah memaksakan kehendak dengan cara mengajukan surat keputusan sepihak mengenai AD/ART dan kepengurusan Partai Golkar tanpa melakukan pembenahan terlebih dahulu di internal partai. Agung dan Yasonna pun melakukan banding atas putusan PTUN itu.
SK Menkumham akhirnya dibatalkan oleh PTUN Jakarta. Dalam pertimbangan hakim kala itu, Yasonna H Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM telah dibiarkan menafsirkan keputusan Mahkamah Partai Golkar yang belum final dan mengikat. Hal ini bisa dianggap sebagai perbuatan tercela tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan politik. (Baca juga:
Yasonna Minta Golkar Islah Permanen Usai Pendaftaran Pilkada) (pit/agk)