Jakarta, CNN Indonesia -- Hari-hari ke depan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan bakal berat. Lelaki yang akrab disapa 'Pak Bos' dalam lingkungan Jawa Pos Grup - kelompok media berpengaruh yang dibesarkannya itu - tengah dililit beberapa kasus dengan melibatkan aparat hukum yang berbeda-beda pula.
Llilitan kasus pertama yang menimpanya adalah kasus dugaan korupsi proyek gardu induk PLN Jawa, Bali dan Nusatenggara tahun 2011-2013. Dalam kasus itu peran Dahlan Iskan adalah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran karena waktu itu dia adalah Direktur Utama PLN.
Proyek pembangunan ini menggunakan dana APBN sebesar Rp 1,063 triliun. Namun dalam 21 pembangunan gardu induk, sebanyak 13 gardu induk bermasalah, 3 tidak dikerjakan dan 5 gardu induk kelar. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
(BACA FOKUS: Gardu Induk Setrum Dahlan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam kasus ini pada Jumat (5/6). Kepala Kejati DKI Jakarta Jakarta Adi Toegarisman mengatakan, dua permasalahan pokok yang saling berkaitan menjadi senjata Kejati menetapkan Pak Bos Dahlan Iskan sebagai tersangka. "Ada dua masalah pokok, satu soal sistem multiyears dan pembayaran konstruksi proyek," kata Togarisman.
Dalam proyek gardu itu, Dahlan dijerat dengan bukti bahwa pembangunan kontruksi dilakukan berdasarkan dengan barang yang dibeli, padahal seharusnya pembayaran dilakukan berdasarkan perkembangan pembangunan konstruksi.
(Baca juga: Terbang dari AS ke RI, Dahlan Iskan Hadapi 'Jumat Keramat')
Untuk proyek penganggaran multiyears sendiri, kejaksaan menemukan jika Dahlan membangun proyek gardu di atas tanah yang tidak tuntas atau bermasalah. "Dari 21 gardu dibangun, empat belum beres. Ini rangkaian peristiwa yang utuh,” tutur Togar.
Bukan berarti jika sudah ditetapkan korupsi kasus proyek gardu induk ini, urusan Dahkan Iskan dengan Kejati DKI Jakarta selesai. Kejati DKI Jakarta kini tengah membidik Pak Bos Dahlan Iskan dengan sangkaan baru yaitu tindak pidana pencucian uang.
(Baca juga: Jadi Tersangka, Dahlan Iskan Minta Maaf ke Istri)Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo membenarkan pihaknya berencana mengumpulkan sejumlah alat bukti terkait sangkaan tersebut. "Iya arahnya ke tindak pidana pencucian uang dalam hal pengembalian uang negara. Ada tidak gratifikasinya. Ini jelas masih terus dikembangkan," kata Waluyo.
Untuk menguak aliran dana tersangka korupsi proyek pengadaan gardu induk tahun 2011-2013 ini, pihaknya bakal menggandeng Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Dari Kejati DKI Jakarta, fokus lantas beralih ke Bareskrim Polri. Bareskrim kini tengah melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi program pencetakan sawah yang dilakukan Kementerian BUMN pada 2012-2014.
Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Korupsi Ajun Komisaris Besar Ade Deriyan mengatakan proyek bermasalah tersebut diinisiasi oleh Kementerian BUMN. Sejumlah BUMN pun disebut mendanai proyek itu.
Ade tidak mengatakan BUMN mana saja yang mendanai proyek ini. Namun berdasarkan informasi, proyek cetak sawah tersebut diselenggarakan antara lain oleh BNI, Askes, Pertamina, Pelindo, Hutama Karya, BRI, dan PGN. Nilai proyek diperkirakan mencapai Rp317 miliar. Belum disebutkan berapa kerugian negara atas kasus ini.
(Baca juga: Mantan Dirut Pertamina Diperiksa soal Korupsi Cetak Sawah)Sejumlah BUMN tersebut menyerahkan pengerjaan cetak sawah itu kepada PT Sang Hyang Seri. Namun PT Sang Hyang Seri menyerahkan kembali proyek itu ke PT Hutama Karya, PT Indra Karya, PT Brantas Abipraya, dan PT Yodya Karya.
Badan Pemeriksa Keuangan menyebut proyek cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat, yang kini terindikasi dugaan korupsi, direncanakan dengan tidak benar. "Perencanaannya tidak direncanakan dengan baik, mulai dari lokasi, pelaksanaan, sampai monitor, sehingga seolah mendadak dan asal-asalan," kata Anggota BPK Achsanul Qosasi. Temuan BPK ini sebut Achsanul telah diserahkan ke Badan Reserse Kriminal Polri untuk ditindaklanjuti.
(Baca juga: BPK Tuding Proyek Cetak Sawah BUMN Berantakan) Dahlan memang belum dipanggil oleh Bareskrim Polri dalam kasus ini. Namun Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan akan memanggil Dahkan Iskan. Bareskrim perlu meminta keterangan Dahlan karena ketika proyek ini berjalan, dia adalah Menteri BUMN.
Dahlan dalam kasus ini masih berstatus sebagai saksi.
"Kami lihat dari keterangan saksi posisi beliau (Dahlan Iskan) seperti apa," kata Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso. (Baca juga: JK: Pak Dahlan Iskan Terbuka dan Bertanggung Jawab) Jika dua kasus di atas terjadi ketika lelaki yang memakai semboyan “Kerja, Kerja, Kerja” saat maju Konvensi Partai Demokrat April 2014 lalu itu berada di pusaran pemerintah pusat, untuk laporan yang ketiga ini saat Dahlan masih di level provinsi.
Waktu itu Dahlan Iskan masih menjadi pemimpin Jawa Pos Grup. Dalam blog nya, gardudahlan.com, Dahlan mengaku sudah tidak menjadi bos di Jawa Pos Grup sejak delapan tahun lalu, atau sejak tahun 2007.
Sementara laporan penghilangan aset milik Pemprov Jawa Timur, diduga terjadi sekira tahun 2000-2010, saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU), sebuah BUMD milik Pemprov Jatim.
Kejati Jatim mengaku tengah menyelidiki laporan ini. Laporan ini ditangani oleh Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Kejatim Jatim. Menurut Kasi Penerangan dan Hukum Kejatim Jatim Romy Arizyanto, Satgasus itu untuk menangani kasus-kasus yang rumit, menarik, dan berpotensi menyebabkan kerugian negara yang besar.
(Baca juga: Satgasus Tangani Laporan soal Aset yang Dikaitkan ke Dahlan)Kasus ini bermula ketika Dahlan Iskan ditunjuk untuk menjadi Direktur PT PWU. Perusahaan ini adalah gabungan dari beberapa perusahaan daerah milik Pemprov Jatim. PT PWU, sebut Romy, ketika melakukan kerja sama dengan swasta terkait aset milik Pemprov, ada indikasi pelanggaran hukum atau kecurangan yang mengakibatkan kerugian negara. Saat Dahlan Iskan menjabat Direktur Utama PT PWU, perusahaan pelat merah itu selalu merugi. Pemprov Jatim mengucurkan dana Rp 169 miliar untuk menutupi kerugian itu.
(Baca juga: Banyak Momen Merekam Pernyataan Dahlan Iskan)Romy menyebut Kejati Jatim telah memeriksa beberapa pejabat PWU untuk laporan ini. Kejati Jatim juga telah memeriksa pembeli aset milik Pemprov Jatim yang dikelola oleh PT PWU.
Sedang Dahlan Iskan sebut Romy, masih belum ada statusnya terkait laporan ini. Hanya saja, kemarin, Kejati Jatim mengundang Dahlan Iskan untuk memberikan keterangan soal laporan ini. Dahlan absen.
(Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi, Dahlan Tak Jadikan Jawa Pos Corong).