Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menggelar upaya pencegahan korupsi Sumber Daya Alam yang berfokus pada penyelamatan sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Dalam agenda pencegahan kali ini, KPK berfokus pada penyelamatan SDA yang ada di empat provinsi, yakni Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
Dalam pertemuan bertajuk Monitoring dan Evaluasi (monev) Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia yang digelar di Gorontalo, Rabu (10/6), Wakil Ketua KPK Zulkarnain menegaskan upaya pencegahan terintegrasi yang dilakukan oleh KPK selama ini telah menghasilkan penyelamatan uang negara yang tak kalah masif dari penindakan.
"Hingga 2014, upaya pencegahan yang dilakukan KPK telah menyelamatkan Rp 294 triliun,” ujar Zul dalam keterangan resmi yang diterima CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca:
PPATK Serahkan LHA Sektor Tambang ke KPK)
Jumlah tersebut diklaim bisa lebih besar jika pendapatan di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan bisa dioptimalkan. Sebab faktanya, ujar Zul, pendapatan negara dari pajak atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) Minerba saat ini masih terbilang amat rendah. Hal ini terlihat dari data Direktorat Jenderal Pajak (2014), jumlah IUP yang diterbitkan sebanyak 10.922 izin dengan pemegang IUP total mencapai 7.834.
Dari semua pemegang IUP tersebut, yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya 5.984 Wajib Pajak, sedangkan sisanya 1.850 Wajib Pajak belum memiliki NPWP. Lalu, dari 5.984 pemilik NPWP itu, yang telah melapor SPT hanya 3.276. Tetapi, dari 3.276 yang melapor SPT, yang benar-benar membayar pajak hanya 2.304 Wajib Pajak.
(Baca:
Wajah Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi)
Pada tingkat pemerintah provinsi, terutama Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Utara, didapatkan data IUP Minerba yang telah berstatus Clean and Clear (CNC) dan yang masih berstatus Non-CNC. Di Provinsi Gorontalo, IUP CNC sebanyak 23 izin, dan yang Non-CNC sebanyak 23 izin. Di Provinsi Sulbar, IUP CNC sebanyak 45 izin, dan Non-CNC sebanyak 28 izin, serta di Provinsi Sulut, IUP CNC sebanyak 70 izin, dan Non-CNC sebanyak 55 izin.
Sejumlah persoalan lainnya juga ditemukan pada pengelolaan sektor kehutanan dan perkebunan. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2013), saat ini terdapat ketidakpastian status atas 105,8 juta hektar kawasan hutan di seluruh Indonesia.
(Baca:
Potensi Kerugian Sektor Minerba Capai Rp 919,18 Miliar)
Zul juga mendapati adanya perizinan untuk sektor SDA yang rentan suap atau pemerasan. Terhitung untuk satu izin Hak Penguasaan Hutan (HPH) atau Hutan Tanaman Industri (HTI), besarnya potensi transaksi koruptif berkisar antara Rp 688 juta hingga Rp 22,6 miliar per tahun (KPK, 2013).
Selain itu, terdapat pula ketimpangan pengelolaan hutan oleh kepentingan berskala besar, sebab pengalokasian kelola hutan untuk skala kecil hanya mencapai sekitar 3,18 persen. Zul menganggap timpangnya presentase pengalokasian kelola hutan tersebut tidak memberikan nilai manfaat SDA ke masyarakat.
Di hadapan empat gubernur provinsi yang menjadi target prioritas pencegahan korupsi sumber daya alam, Zul berharap kegiatan berskala nasional itu bisa menghasilkan perbaikan kelola sumber daya alam ke arah yang lebih baik.
"Kita perlu membangun tata kelola sumber daya alam yang bersih dan sinergis di antara pemangku kepentingan, agar bisa dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat," ujar Zul.
(rdk)