Jejak 17 Tahun Perkara Keluarga Cendana

Suriyanto | CNN Indonesia
Selasa, 11 Agu 2015 14:22 WIB
Panjang jalan perkara Yayasan Supersemar yang didirikan Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Negara ingin kembali menguasai
Presiden Soeharto. (Dok. Istimewa)
Tujuh tahun berselang, kasus Soeharto kembali mencuat. Babak baru kasusnya dimulai pada 9 Juli 2007. Kejaksaan Agung mendaftarkan gugatan terhadap Soeharto, Pembina Yayasan Supersemar dan Yayasan Supersemar sebagai badan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Soeharto dan yayasannya dituding menyalahgunakan uang Yayasan senilai US$ 420 juta dan Rp 185 miliar ditambah ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.

Mediasi sempat digelar namun gagal. Pada 24 September 2007, sidang perdana perkara Supersemar digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Jaksa Pengacara Negara resmi menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) sebesar US$ 420 juta dan Rp 185 miliar ditambah ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah bergulirnya kasus ini, Soeharto wafat pada 27 Januari 2008. Setelah ia wafat, lima anak Soeharto, kecuali Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) resmi menggantikan ayahnya sebagai tergugat perkara Supersemar.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menyatakan Yayasan Supersemar milik mantan presiden Soeharto bersalah karena menyalahgunakan dana dengan memberikan pinjaman dan penyertaan modal ke berbahai perusahaan.

Hakim saat itu memutuskan Yayasan harus membayar US$ 105 juta dan Rp 46 miliar kepada negara. Pengacara Yayasan Supersemar, Juan Felix Tampubolon langsung menyatakan akan mengajukan banding.

Dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009, hakim memutuskan Yayasan Supersemar harus membayar kerugian sebesar US$ 105.000.727,66 dan Rp 46.479.512.226,187. Yayasan milik mendiang mantan Presiden Soeharto itu dinilai menyalahgunakan dana dengan cara memberi pinjaman dan menyertakan modal ke berbagai perusahaan.

Keputusan tersebut diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.

Pada 28 Oktober 2010 majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Harifin Tumpa menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara.

Namun putusan itu salah ketik, yang mestinya tertulis Rp 185 miliar malah jadi Rp185 juta. Jumlah nol dalam ketikan tersebut kurang tiga. Kesalahan ketik ini membuat putusan tidak dapat dieksekusi. Keluarga Sooeharto tidak diperintahkan membayar ganti rugi kepada negara saat itu juga.

September 2013, jaksa mengajukan Peninjauan Kembali atas perkara Yayasan Supersemar. Sama seperti jaksa, Yayasan Supersemar juga mengajukan PK.

Juli 2015 Mahkamah Agung memutuskan mengabulkan PK Jaksa dan menolak PK Yayasan Supersemar sehingga keluarga Soeharto harus membayar ganti rugi Rp4,4 triliun kepada negara (berdasarkan kurs saat ini).
(sip/sip)

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER