Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong Badan Intelijen Negara aktif terlibat dalam operasi membongkar mafia pembakar hutan. Selama ini, lembaga telik sandi jarang memberikan data tentang kasus pembakaran hutan termasuk konflik di area konsesi yang dihimpun para agen mereka kepada KLHK.
Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Penyidikan dan Pengendalian Kebakaran Hutan KLHK, Raffles Brotestes Panjaitan. Ia meminta BIN membantu kementeriannya melacak dalang pelbagai pembakaran hutan yang belakangan menyebabkan Indonesia masuk kondisi darurat asap.
"Sebenarnya tidak perlu ada kerja sama baru antara kementerian kami dan BIN karena itu memang tugas mereka. Tinggal dikomunikasikan lagi. BIN kan ada di daerah, jadi mereka juga harus ikut mencari tahu," ucapnya di Jakarta, Sabtu (19/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raffles mengatakan, instansinya beberapa kali mendapatkan pasokan data tentang pembakaran hutan. Namun menurutnya data-data tersebut tidak spesifik menyebutkan pelaku dan jenis perbuatan yang dilakukan terduga pembakar hutan.
"Harus masuk sampai ke sana, siapa aktor di belakang layar atau siapa yang membayar masyarakat untuk membakar lahan," ucapnya.
Raffles memaparkan, warga sekitar area konsesi kerap diperdaya untuk membakar sejumlah lahan atas perintah oknum-oknum tertentu, entah pengusaha maupun pemerintah.
Raffles bercerita, ketika hendak mengawas dan mengecek pengelolaan sebuah lahan konsesi di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, ia dan timnya dihadang sekitar 200 orang yang sebagian di antaranya bersenjata. Kepada Raffles, kelompok terduga pelaku perambahan dan pembakaran hutan itu mengaku mendapatkan perlindungan kepala daerah setempat.
"Ini sudah seperti lingkaran setan. Kita harus mencari orang-orang di belakang itu agar KLHK dapat menegakan hukum secara tepat," tutur Raffles.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Purwadi Soeprihanto, mengatakan pembakaran hutan selama ini sebenarnya lebih banyak diperbuat para perambah hutan. Perusahaan, menurutnya, tidak dapat menguasai dan mengontrol segala tindakan di atas lahan yang disebutnya sebagai lahan konflik itu.
"Kami menjadi korban dari tuduhan pembakaran hutan ini padahal yang ilegal itu banyak. Masyarakat memang melakukan pembakaran, tapi cari tahu siapa dalang di belakang mereka. Dalang itulah yang selama ini melindungi dan membiayai pembakaran hutan," ucap Purwadi.
Purwadi berkata, APHI mencatat di Riau setidaknya 20-30 persen area konsesi diokupasi secara ilegal dan perusahaan pemegang izin tidak mempunyai akses untuk masuk ke area itu.
"Saat mau masuk ke sana, kami terhalang karena pemukiman telah dibangun di sana. Bahkan ada kantor kelurahan dan kecamatan. Pemerintah daerah pun malah mengesahkan itu dengan alasan pengembangan wilayah," tuturnya.
Menurut catatan KLHK per 9 September, luas areal perizinan yang terbakar di seluruh Kalimantan dan Sumatera, minus Aceh, mencapai 191.993 hektare. Pada area tersebut terdapat 286 unit perizinan. Para pemegang izin tersebut terancam mendapatkan sanksi administratif dari KLHK.
(ded/ded)