Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto terseret dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Novanto disebut punya andil dalam proyek yang mulai jalan sejak 2010 silam.
Novanto muncul dalam surat dakwaan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan , Sugiharto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia disebut bersama-sama mengatur proyek yang menghabiskan anggaran negara sebesar Rp5,9 triliun.
Peran Novanto terlihat sentral bila melihat surat dakwaan Irman dan Sugiharto. Beberapa kali, Novanto melakukan pertemuan untuk membahas proyek itu.
Mulai pertemuan di Hotel Gran Melia hingga ruang Fraksi Golkar di DPR.
Pertemuan itu dihadiri Novanto, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong -tersangka e-KTP-, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini serta Irman dan Sugiharto.
Pertemuan-pertemuan itu dilakukan saat proyek e-KTP tersebut masih dalam tahap perancangan, dan agar lolos anggarannya di Komisi II DPR.
Dalam, dakwaan Irman dan Sugiharto pula, Novanto menyatakan siap 'mengawal' proyek e-KTP ini agar terlaksana.
Kemudian, setelah melalui proses panjang, proyek tersebut disetujui DPR untuk direalisasikan. Akhir, pada 21 Juni 2011, berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor: 471.13-476 Tahun 2011, Menteri Dalam Negeri ketika itu, Gamawan Fauzi, menunjuk Konsorsium PNRI sebagi pemenang lelang proyek e-KTP.
Konsorsium PNRI sendiri merupakan bentukan Andi Narogong, yang dirancang oleh tim Fatmawati. Konsorsium PNRI terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Arthaputra dan PT Sucofindo.
Novanto ternyata terus memantau jalannya proyek e-KTP lewat Andi Narogong.
 Andi Narogong saat diperiksa oleh KPK pada Maret lalu. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.) |
Pengakuan Pemenang ProyekHal tersebut diketahui dari pengakuan Direktur PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos kepada penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan. Paulus diperiksa penyidik KPK di Singapura pada 17 November 2016.
Paulus mengaku diajak oleh Andi Narogong bertemu Novanto di rumahnya di Jalan Wijaya 13 Jakarta Selatan pada November 2011. Paulus menyebut, dikenalkan oleh Andi sebagai anggota konsorsium kepada Novanto.
Paulus mengaku berbincang masalah e-KTP. Kata dia, Novanto menanyakan apa yang sudah dikerjakan PT Sandipala dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam proyek itu.
Pertemuan itu, kata Paulus, hanya berlangsung kurang lebih selama 15 menit.
Bahkan, ungkap Paulus, dalam pertemuan yang singkat itu, Novanto lewat Andi Narogong seolah-olah meminta bayaran kepada dirinya maupun PT Sandipala, yang mengerjakan proyek e-KTP.
"Pertemuan itu seolah-olah menunjukan kepada saya bahwa Setya Novanto mempunyai pengaruh di dalam proyek e-KTP, seolah-olah meminta komitmen (sesuatu) kepada saya atau PT Sandipala Arthaputra," kata Paulus kepada penyidik KPK seperti yang disampaikan dalam dokumen pemeriksaan yang diperoleh CNNIndonesia.com, pada pekan ini.
Dia juga menyatakan dalam pertemuan itu Andi Agustinus menjadi orang yang didukung oleh Setya Novanto.
Beberapa hari dari pertemuan itu, Paulus kembali diajak oleh Andi Narogong bertemu dengan Novanto di kantornya, di Equity Building Komplek SCBD, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, pada bulan yang sama.
Pertemuan kedua itu, kata Paulus, dilakukan karena dirinya tak juga merealisasikan permintaan komitmen untuk pembayaran ongkos.
Paulus melanjutkan, di pertemuan itu, Novanto dan Andi banyak terlibat pembicaraan. Paulus sendiri menangkap pembicaraan mereka soal komitmen pembayaran.
"Pertemuan itu yang saya baca adalah
warning dari Andi Narogong sebagai orangnya Setya Novanto agar segera memberikan komitmen," tutur Paulus.
Namun soal ini, Setya Novanto membantahnya. Dalam persidangan, dia mengatakan dirinya tak memiliki kantor di Equity Building Komplek SCBD. "Tidak ada," katanya.
 Terdakwa kasus korupsi e-KTP Irman tengah menjalai sidang di Pengadilan Tipikor. ( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.) |
Karena tak bisa menyanggupi permintaan pembayaran itu, jatah pekerjaan PT Sandipala dikurangi. PT Sandipala diketahui bersama Perum PNRI bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP.
Pada kesepakatan awal, PT Sandipala mendapat porsi 60 persen atau pengerjaan 103 juta kartu blangko e-KTP. Namun, setelah ada 'masalah' dengan Andi, perusahaan Paulus hanya mendapat jatah pengerjaan 60 juta.
Perubahan pengerjaan itu pun juga tertuang dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan itu, pengurangan dilakukan Andi bersama para terdakwa, Diah Anggraini, Isnu Edhi Wijaya dan Anang S Sugiana pada 19 Desember 2011.
Paulus mengetahui, perubahan jatah yang dikerjakan oleh perusahaannya diputuskan melalui rapat yang dipimpin oleh Diah Anggraini.
"Awalnya saya berfikir, Andi Narogong adalah bagian dari PT Quadra Solution, tetapi setelah proyek e-KTP berjalan, bahwa Andi Narogong adalah orang Setya Novanto yang mengatur proyek e-KTP," tegas Paulus kepada penyidik KPK.
Paulus diperiksa selama dua hari di apartemennya. Paulus pun bersedia dambil sumpahnya, yang disaksikan oleh penyidik KPK, pihak lembaga antikorupsi di Singapura, yakni Corrupt Practices Investigation Bureau dan perwakilan pejabat KBRI di Singapura.
Mengenai pertemuan tersebut, CNNIndonesia.com mencoba mengkonfirmasi kepada Andi Narogong. Namun, Andi usai diperiksa penyidik KPK, Jumat (21/4), enggan menjawab.
Dia yang sudah mengenakan seragam tahanan langsung masuk ke dalam mobil tahanan.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar Rudi Alfonso mengaku tak tahu soal pertemuan di rumah Novanto, yang kini juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar.
"Wah saya tidak tahu dan saya tidak punya kompetensi dan kepentingan untuk memberi konfirmasi," kata dia kepada CNNIndonesia.com. Rudi sendiri mendampingi Novanto ketika diperiksa sebagai saksi untuk Irman dan Sugiharto saat perkaranya masih di tingkat penyidikan.
Keterlibatan PaulusMengenai keterlibatan Paulus dalam proyek itu turut dibenarkan oleh Adres Ginting, selaku Ketua Manajemen Bersama Konsorsium PNRI.
Adres mengaku, Paulus lah yang mengajak dirinya bergabung untuk membantuk mengerjakan proyek e-KTP itu. Namun, dia mengklaim tak tahu menahu mengenai bagi-bagi duit dalam proyek tersebut.
"Enggak ada, bagian saya emang eksekusi proyek. Tantangan saya adalah mengerjakan proyek seperti yang sudah dikontrakkan," kata Adres kepada CNNIndonesia.com usai sidang perkara e-KTP, pekan lalu.
Adres mengatakan, setelah proyek berjalan sudah tak berkomunikasi lagi dengan Paulus. Dia menuturkan, terakhir bertemu dengan Paulus pada medio Februari-Maret 2012 lalu. Menurut kabar yang dirinya peroleh, Paulus pindah ke Singapura.
"Saya terakhir ketemu pada Februari atau Maret 2012," ujarnya.
 Selain Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pun menjadi saksi kasus e-KTP. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Jaksa Penuntut Umum KPK Abdul Basir tak menampik soal kesaksian Paulus Tanos soal pertemuannya dengan Andi Narogong dan Setya Novanto. Namun, Basir enggan bicara lebih jauh mengenai kesaksian Paulus tersebut.
"Kan belum
didengerin (kesaksian Paulus di sidang). Nanti lah kan belum di sidang," kata Basir usai sidang Irman dan Sugiharto,
Basir mengatakan, pihaknya bakal menghadirkan Paulus meski kini posisinya di Singapura. Namun, kata Basir, dirinya belum tahun kapan Paulus dihadirkan di persidangan.