Jakarta, CNN Indonesia -- Baru dirilis 15 Januari 2015, film Hijab garapan garapan Hanung Bramantyo dan diproduseri Zaskia Adya Mecca sudah menuai protes. Film yang berkisah soal kumpulan perempuan-perempuan berhijab dan berbisnis butik muslim itu dituding tidak merepresentasikan perempuan yang sebenarnya.
Hanum Salsabiela Rais, penulis
99 Cahaya di Langit Eropa sekaligus putri Amien Rais bahkan menyebut Hanung sebagai anggota (Jaringan Islam Liberal (JIL) karena menggarap film yang "
nyinyir" terhadap agama Islam. Unggahan komentar Hanum sudah ditarik, namun masyarakat terlanjur pernah membaca dan meramaikannya.
Bukan hanya kali ini Hanung terbelit isu kontroversi. Sebelumnya, beberapa filmnya juga pernah diprotes karena alasan agama, budaya, maupun yang lain. Berikut rangkuman CNN Indonesia tentang riwayat kontroversi film yang dirilis Hanung Bramantyo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat belum banyak sutradara mengambil latar atau tema pesantren untuk dimasukkan dalam film, Hanung sudah mengambil langkah itu. Tahun 2009, ia membuat film Perempuan Berkalung Sorban yang berkisah soal anak kiai terpandang yang menikah dengan putra kiai dari pesantren tetangga.
Pernikahan itu membawa petaka. Sang putra kiai, yang diperankan Reza Rahadian, ternyata bersikap kasar terhadap istrinya, yang dimainkan oleh Revalina S. Temat. Ia juga digambarkan suka mabuk-mabukan serta main perempuan. Hanung bahkan telah berani memunculkan isu poligami dalam film itu.
Ia pun langsung diprotes. Penyunting novel berjudul serupa, Hindun Anisah merasa Hanung gagal menyampaikan konten substansial dari novelnya. Hanung justru menonjolkan kekerasan dalam rumah tangga. Sebetulnya, kata Hindun yang dikutip situs resmi NU, novel Perempuan Berkalung Sorban menonjolkan pergulatan wacana tentang teks agama Islam, yang berkaitan dengan hubungan lelaki dan perempuan.
Bukan hanya soal itu, film Hanung juga dianggap memojokkan dunia pesantren lantaran menggambarkan pendidikan itu sebagai lembaga yang kolot, antiperubahan, dan tertutup. PBNU sendiri sampai menyatakan keprihatinan atas film Perempuan Berkalung Sorban.
"Pesantren dalam film tersebut digambarkan sangat tidak sesuai dengan realitas, sebagai institusi pendidikan agama yang kolot, anti perubahan dan tertutup," kata Sekjen PBNU Endang Turmudi yang dikutip situs resminya.
Ia mengaku kecewa, karena sekalinya pesantren dimunculkan dalam film, citranya justru negatif. Meski protes dilayangkan, film tetap ditayangkan dan banyak yang menonton.
Tema pluralisme yang dihadirkan Hanung lewat film ? justru ditentang sebagian kalangan. Film ? sempat heboh karena Front Pembela Islam (FPI) bersuara keras terhadapnya. FPI menyebut film ? menyesatkan, dan mengharamkan umat Islam menontonnya karena berisi ajaran liberal.
Namun, Hanung menanggapi santai protes itu. Ia merasa filmnya tidak menyesatkan. Apalagi ? diapresiasi di luar negeri. Hanung didukung oleh, salah satunya, Yenny Wahid yang merupakan putri mendiang Gus Dur. Kata Yenny, film Hanung menyampaikan ide-ide pluralisme di Indonesia.
Beberapa poin menjadi latar belakang FPI menolak ?. Dengan tokoh yang berlatar agama berbeda namun tersimpul menjadi satu konflik, ? dianggap menebarkan paham bahwa Islam bukan agama nan suci. Salah satunya, ada tokoh Menuk (Revalina S. Temat) yang dikisahkan berjilbab namun bekerja di restoran yang menjual babi.
Dirilis tahun 2011, film ? menampilkan Reva, Reza Rahadian, Agus Kuncoro, Endhita, Rio Dewanto, Glenn Fredly, dan Hengky Solaiman dalam satu panggung. Masing-masing memerankan tokoh dengan karakter yang berbeda, bukan hanya sosoknya tetapi juga agamanya.
Hanung memang memfokuskan film ? pada toleransi antaragama di Indonesia. Itu terwakili lewat keluarga Hengky dan Rio yang beragama Budha, Reza dan Reva yang beragama Islam, dan Endhita yang beragama Katolik. Masing-masing punya konflik, dan sesekali bersinggungan.
Film ? bisa tetap beredar, setelah Hanung mendatangi MUI dan beberapa adegan film dipotong.
Dua tahun setelah merilis ?, Hanung kembali memunculkan film yang kontroversial. Kali ini mengisahkan pasangan yang lagi-lagi berbeda agama. Adalah Cahyo (Reza Nangin) yang menjalin cinta dengan Diana (Agni Pratistha), meski berbeda agama dan latar belakang budaya.
Cahyo adalah seorang Jawa yang berasal dari keluarga muslim yang taat beribadah. Sementara Diana, mahasiswa jurusan seni tari yang merupakan Katolik taat. Di Jakarta, ia tinggal bersama om dan tantenya. Sedangkan kedua orangtuanya, menetap di Padang, Sumatera Barat.
Cinta Cahyo dan Diana sampai ke ujung pelaminan, namun tidak direstui orangtua kedua belah pihak.
Hanung sebenarnya bukan berlaku sebagai sutradara utama dalam film itu, namun namanya tetap ada di poster. Ia sudah memperingatkan produser Raam Punjabi soal 'bahayanya' menyebut nama Hanung untuk film bertema agama. Benar saja. Cinta Tapi Beda memang sempat bertengger di bioskop. Namun hanya beberapa hari. Selanjutnya, diprotes.
Masyarakat Minangkabau melaporkan Hanung ke Polda Metro Jaya dengan tudingan Pasal 156 KUHP Jo Pasal 4 dan 16 UU.N0.40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Hanung dianggap menanamkan kebencian terhadap salah satu suku, etnis, agama, dan golongan dalam wilayah hukum Indonesia, yakni Minangkabau.
Mereka tersinggung lantaran masyarakat Minangkabau identik dengan Islam. Hanung mengklarifikasi bahwa pihaknya tak menyebut Diana gadis Minang. Ia hanya digambarkan memakai kalung salib dan makan babi rica-rica.
Meski antusiasme terhadap filmnya besar, Hanung akhirnya memutuskan menarik Cinta Tapi Beda.
Belum lagi rampung diproduksi, film garapan Hanung yang satu ini sudah menuai kontroversi. Namun, kali ini bukan soal isu agama yang diembuskan dalam film. Melainkan, konflik internal soal bagaimana Hanung mengambil sudut pandang dalam memfilmkan Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno melalui sosok Ario Bayu.
Rachmawati Soekarnoputri, putri Bung Karno melayangkan somasi karena merasa produksi film yang digarap Hanung 'cacat'. Ada poin-poin perjanjian yang menurutnya disalahi. Rachma menganggap, sosok Soekarno yang ditampilkan dalam film itu tak sesuai fakta, baik penokohannya maupun alur cerita.
Rachma tak setuju tentang bagaimana Soekarno memandang perempuan. Ia digambarkan 'bermain' dengan perempuan yang lebih muda, yakni Fatmawati (Tika Bravani), di saat memiliki istri, Inggit Harnasih (Maudy Koesnaedy). Soekarno juga digambarkan 'tunduk' pada Jepang, terlihat dari adegan ia ditodong senjata.
Bukan hanya itu, Rachma bahkan kurang setuju dengan pemilihan Ario Bayu memerankan sosok ayahnya. Menurutnya, Ario hanya anak muda yang kebanyakan tinggal di luar negeri dan tak tahu sejarah bangsanya sendiri.
Rachma menganggap, dengan disalahinya beberapa poin perjanjian, kerja sama dirinya dengan Multivision Plus pun batal. Namun faktanya, Hanung tetap melanjutkan produksi film. Rachma pun melayangkan somasi. Soekarno: Indonesia Merdeka pun sampai dimejahijaukan.