Jakarta, CNN Indonesia --
Reza Rahadian dan Acha Septriasa tak bisa menahan rasa semangat mereka kala jumpa media film terbaru keduanya, Layla Majnun, yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Keduanya dengan semangat membahas dan menjawab pertanyaan sejumlah media dalam waktu wawancara kolektif yang singkat. Bahkan terlalu singkat untuk cerita reuni mereka yang membuat keduanya semangat bercerita.
"Kami sebagai aktor untuk dipasangkan sama lawan main yang mengerti kita, terus sudah kenal lama dan reuni lagi, itu enggak sering. Kadang delapan tahun sekali main kembali dalam satu formasi, satu film," kata Acha semangat menyinggung momen reuni mereka dalam Layla Majnun usai Test Pack pada 2012 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Layla Manjun bukan hanya sekadar reuni Reza dan Acha, melainkan juga pertemuan kembali keduanya dengan sutradara Monty Tiwa. Monty juga tercatat sebagai sutradara dari film yang membuat Acha meraih Piala Citra 2012 sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2012 tersebut.
CERITA DI BALIK LAYAR LAINNYA |
Kehadiran Acha dan Monty pula yang menjadi alasan Reza Rahadian menerima tawaran Produser Starvision, Chand Parwez, untuk bermain dalam Layla Majnun.
Reza juga beralasan, berkat Acha pula, ia merasa tak butuh banyak penyesuaian diri kala memerankan sosok Samir, seorang pria Azerbaijan yang jatuh hati pada perempuan Indonesia yang berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia dan penulis novel bernama Layla (Acha).
"Pas dikasih tahu Pak Parwez dan yang main Acha dan disutradarai Pak Monty Tiwa, saya langsung oke," kata Reza Rahadian.
"Saya belum baca sebenarnya, tapi itu seperti golden ticket buat saya. Karena Pak Monty adalah sutradara kami juga saat di Test Pack dulu dan tiba-tiba ada Acha lagi, saya punya kesempatan ketemu lagi setelah tujuh tahunan, saya langsung ikut," lanjutnya.
Keduanya tak perlu usaha keras memahami naskah film Layla Majnun yang dibuat Monty dan Alim Sudio. Dasar ceritanya pun mereka sudah pernah dengar dan tahu sebelumnya, apalagi kalau bukan legenda Layla Majnun karya penyair Azerbaijan pada abad ke-12, Nizami Ganjavi.
Monty, dalam wawancara terpisah, menyebut mengadaptasi legenda tersebut dan mengemasnya dalam polemik cinta Layla juga Samir yang terasa lebih lokal.
[Gambas:Instagram]
Cerita Acha dan Reza di Layla Majnun masih lanjut ke halaman berikut...
Dalam sesi bersama media, Acha menyebut keduanya hanya punya waktu lima hari dalam proses reading. Selain itu, sebelum memulai proses produksi Layla Majnun pada Oktober-Desember 2019, keduanya juga baru selesai dengan proyek lain dengan karakter yang jauh berbeda.
"Seperti biasanya," kata Acha sembari tertawa.
Padahal dalam film ini, keduanya dituntut cukup banyak perihal penjiwaan karakter. Layla, perempuan Indonesia yang bercita-cita tinggi, dihadapkan oleh dilema antara mengejar impian, cinta sejati, atau menjaga nama baik keluarga.
Karakter itu menuntut Acha untuk menyelami emosi, bukan hanya sebagai sosok perempuan yang dilematis dengan pilihan di hadapannya, tetapi juga kala dirinya membawakan cerita novel karangan Layla dengan puitis. Meski begitu, ia menyukai tantangan tersebut.
CERITA DI BALIK LAYAR LAINNYA |
"Saya suka banget dengan cerita film ini ketika Layla bertemu dengan Samir," kata Acha. "Di mana mereka mengutarakan kata-kata yang agak menyentil ke perasaan satu sama lain tapi enggak pernah langsung hanya melalui puisi,"
Sementara peran Samir menuntut Reza bisa bermain sebagai pria Azerbaijan yang mampu berbahasa Indonesia karena pernah menjadi pelajar di Indonesia. Hal itu membuatnya harus bisa bahasa Azerbaijan pula.
Bahkan, dalam sejumlah adegan, Reza harus bisa beralih bahasa dari Azerbaijan ke Indonesia begitu juga sebaliknya dalam satu dialog. Tentu kala berbahasa Indonesia, Reza juga dituntut menggunakan akses khas orang asing.
Reza yang mengaku ditemani pelajar Azerbaijan di Indonesia dan koordinator bakat di Negara Api itu dalam berlatih gaya berbicara, nyatanya menemukan keunikan tersendiri dari bahasa tersebut.
[Gambas:Youtube]
"Mereka ternyata punya dua versi. Seperti yang di Jakarta, bilang bahasanya harusnya ini. Tapi yang di sana bilang 'itu terlalu kaku, kami punya slang dan ini cukup'. Ada perubahan-perubahan itu yang membuat ini menarik," kata Reza.
Sementara itu, meski keduanya telah kenal lama dan bekerja bersama dalam sejumlah proyek, Acha dan Reza nyatanya masih menemukan hal yang baru diketahui satu sama lain.
"Kami kan selalu dibebani dengan naskah yang kompleks, tapi saya dan Reza tidak pernah ada kesempatan reading satu-satu. Tidak pernah ada," kata Acha.
"Kami bertemu satu set, tune in, tektokan, tapi apa yang akan terjadi di set itu hanya kami berdua yang tahu. Sampai satu kali, pas syuting adegan [Layla Majnun], baru kami saling tanya. Jadi kami sharing justru saat adegan sudah selesai," lanjutnya menahan tawa.
"Kami memberikan kebebasan satu sama lain untuk berkarya, dan menghargai ruang masing-masing dan dari situ kami dapat kejutan banyak. Itu yang saya ingat kalau bermain dengan Reza," kata Acha, dengan Reza hanya tersenyum-senyum mendengar komentar sahabat yang ia sapa dengan "neng" tersebut.
[Gambas:Instagram]