PERANGI TERORISME

ISIS Musuh Bersama Obama dan Xi

CNN Indonesia
Minggu, 02 Nov 2014 13:12 WIB
Amerika dan Tiongkok tidak akan saling kritik terhadap kebijakan anti-terorisme masing-masing dalam pertemuan presiden kedua negara di APEC nanti. 
Presiden Barack Obama dan Presiden Xi Jinping akan bicarakan terorisme di sela-sela pertemuan APEC. (Reuters/Kevin Lamarque)
Beijing, CNN Indonesia -- Ketika Amerika Serikat dan Tiongkok membicarakan kerjasama untuk melawan ISIS bulan ini, hasil terpenting adalah tidak banyak kritik terhadap kebijakan anti-terorisme masing-masing negara.

Kedua negara telah menyatakan bahwa Presiden Barack Obama dan Presiden Xi Jinping akan membicarakan masalah itu di sela-sela pertemuan puncak Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik, APEC, di Bejing.

Kerjasama seperti berbagi data intelijen akan sulit dilaksanakan dan Tiongkok tidak akan berkomitmen menyumbang tentara atau senjata.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para pengamat dan diplomat mengatakan saling terbuka atas masalah ISIS bisa membuahkan hasil secara politis disaat AS melancarkan serangan udara terhadap ISIS di Irak dan Suriah, sementara Tiongkok mendapat kecaman keras atas taktik keras yang diterapkan di wilayah Xinjiang.

"Yang hampir pasti adalah Tiongkok berdiam diri dan tidak mengkritik Amerika Serikat. Itulah yang disebut kerjasama," kata Phillip Potter, pengajar studi terorisme global di Universitas Virginia.

Sebagai imbalan, Beijing akan mengharapkan pengakuan dari Washington atas masalah yang menurut pemerintah Tiongkok sebagai ancaman separatis Islam militan di provinsi Xinjiang.

Tiongkok menuduh kelompok bernama Gerakan Islam Turkistan Timur, ETIM, berupaya mendirikan negara sendiri di Xinjiang yang mayoritas penduduknya adalah suku minoritas Uighur yang muslim.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan warga Uighur di pengasingan mempertanyakan besarnya ancaman ETIM, dan berpandangan bahwa marginaslisasi Uighur di bidang ekonomi merupakan penyebab utama kekerasan yang terjadi di sana.

Washington menganggap ETIM sebagai organisasi teroris setelah serangan 11 September 2001, tetapi sejumlah pejabat pemerintah AS secara tertutup mempertanyakan pengaruh kelompok ini di Xinjiang.

Akan tetapi, sejumlah pakar mencatat bahwa sikap Amerika Serikat bisa berbalik menjadi mendukung sikap Beijing.

Tudingan yang dibantah keras oleh pemerintah Amerika Serikat. 

"Amerika Serikat tetap pada perintah eksekutif memasukkan ETIM sebagai kelompok teroris. Terlebih lagi, kami mendukung pengelompokkan ETIM menurut PBB," ujar Daniel Russel, Asisten Menteri Luar Negeri untuk Asia Timur dan Pasifik, kepada kantor berita Reuters.

Imbal Balik?

Meski demikian, Russel mencatat langkah-langkah pemerintah Tiongkok di Xijiang "menyebabkan rasa tidak puas" dan menyangkal ide bahwa ada perubahan yang lebih mendukung kebijakan Beijing sebagai imbalan lebih sedikit kritik pada operasi AS di Suriah dan Irak.

"Saya menolak asumsi bahwa ada imbal balik untuk mendapatkan kerjasama dari Tiongkok dalam melawan ISIS. Kami percaya Tiongkok harus terus dan menambah sumbangan pada upaya internasional melawan ISIS karena menyangkut kepentingan Tiongkok juga," kata Russel.

Tiongkok memiliki kepentingan di bidang energi di Irak dan media pemerintah telah melaporkan bahwa militan Xinjiang menjalani pelatihan dari para pejuang ISIS untuk melakukan serangan di dalam negerinya.
AS lancarkan serangan udara ke posisi ISIS di Irak dan Suriah untuk redam gerakan kelompok ini. (Reuters/Yahnis Behrakis)
Pemerintah Tiongkok telah menawarkan bantuan kemanusiaan dan pembangunan kembali di Irak, tawaran yang tidak dilupakan oleh Amerika Serikat.

Akan tetapi Tiongkok seringkali menekan Washington menanggalkan "standar ganda" terkait upaya mengatasi ektrimisme.

"Perjuangan melawan ETIM adalah satu komponen dari langkah global memerangi terorisme. Kami mengharapkan dukungan dari masyarakat internasional," ujar Hong Lei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Selain madalah ini, Tiongkok tidak menjelaskan harapan yang ingin diraih dari kerjasama dengan Amerika Serikat.

Ketika ditanya apakah Tiongkok akan bekerja sama dalam membatasi transaksi finansial kelompok-kelompok militan, Hong mengatakan Tiongkok ingin mengatasi "penyebab dan gejala terorisme".

"Kemenangan Mudah"

Dalam perundingan dua hari di Boston Oktober lalu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan diplomat tertinggi Tiongkok, Anggota Parlemen Yang Jiechi, menyepakati perlunya kerjasama melawan ISIS.

"Menyepakati perang melawan terorisme adalah kemenangan mudah diplomasi bagi kedua negara," ujar seorang utusan negara Barat di Beijing yang tidak mau disebutkan namanya.
Tiongkok menerapkan kebijakan keras terhadap aksi yang disebutnya terorisme di Xinjiang. (Reuters/Guang Niu)
Para pejabat AS mengatakan ISIS mendapatkan dana puluhan juta dolar per bulan dari penjualan minyak, uang tebusan, pemerasan dan tindak pidana lain dan pemerintah Obama mengancam akan mengenakan sanksi kepada pihak yang membeli minyak dari kelompok militan itu.

Akan tetapi informasi mengenai topik yang akan dibicarakan kedua pemimpin negara itu secara terbuka masih terbatas.

Prospek berbagi informasi intelijen antara Washington dan Beijing sangat tidak mungkin.

"Kesan kuat yang saya dapatkan adalah kominitas intelijen semakin terpisah dan lebih bertentangan," ujar Potter dari Universitas Virginia.

Para pengamat mengatakan karena hubungan yang sering bertentangan antara kedua negara, hasil perundingan berupa dukungan diplomatik dari Beijing adalah satu perkembangan yang positif.

"Kita harus realistis mengenai apa yang bisa diperbuat oleh Tiongkok dan apa yang mau dilakukan," ujar Martin Indyck, wakil presiden dan direktur program kebijakan luar negeri di Brooking Institute.

"Sementara kalian (Tiongkok) memiliki kepentingan dalam kerja sama kontra-terorisme, kalian tidak melihat ancaman itu di Tiongkok sama dengan cara Amerika Serikat memandangnya. Jadi ada keterbatasan mengenai langkah yang akan anda lakukan," ujar Indyk dalam satu forum di Beijing akhir bulan lalu.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER