Badrodin Sebut Ada Kerugian Negara dalam Kasus Denny

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 02 Apr 2015 17:21 WIB
Meski tak menyebut jumlahnya, Wakapolri Komisaris Jenderal mengatakan kerugian negara itu diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.
Bekas Wamenkumham Denny Indrayana penuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim, Jakarta, Kamis (2/4). (CNNIndonesia/Rinaldy Sofwan Fakhrana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menyatakan ada kerugian negara yang timbul dalam proyek Payment Gateway. Kerugian ini menurut Badrodin diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.

"Sudah ada (kerugian negara)," kata Badrodin, Kamis (2/4) di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

Selain kerugian negara, dalam kasus di mana Denny Indrayana sudah jadi tersangka ini juga ada unsur melawan hukum dan memperkaya orang lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditanya jumlah kerugian negara yang diderita, Badrodin enggan menyampaikannya karena itu tidak bisa dipublikasikan. "Jumlanya tidak bisa disampaikan," katanya. Yang jelas, kata dia, penyidik mengetahuinya dari hasil audit BPK yang jadi salah satu bukti penyidik.

Sejauh ini baru satu orang tersangka ditetapkan dalam kasus ini yakni mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana. Namun penyidik tidak menutup kemungkinan bakal ada penambahan tersangka.

Bidikan saat ini mengarah pada rekanan Kemenkumham yang memenangi tender pengadaan proyek payment gateway.  (Baca juga: Kasus Denny, Vendor Payment Gateway Dibidik Jadi Tersangka)

Sebelumnya Polri menyebut Denny sebagai perancang program ini. Denny juga menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Rikwanto menjadi inisiator untuk melibatkan dua rekanan.

Dua perusahaan rekanan dalam proyek ini adalah PT Nusa Inti Artha dan PT Finnet Telkom. Kantor dua perusahaan ini sudah digeledah oleh penyidik Bareksrim kemarin. (Baca juga: Selain Kemenkumham, Polisi Geledah Dua Perusahaan Kasus Denny)

Kedua perusahaan juga diduga terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek ini. Pasalnya ada pembukaan rekening swasta atas nama perusahaan rekanan yang digunakan untuk menampung aliran dana sebelum masuk ke kas negara. (Baca juga: Polisi Sebut Denny Pilih Vendor Pemenang Payment Gateway)

Soal kerugian negara, kuasa hukum Denny, Heru Widodo pernah membantahnya. Menurut Heru, biaya transaksi sebesar Rp 5.000 yang dikenakan pada wajib bayar merupakana biaya transaksi resmi dan punya dasar hukum.

Oleh karena itu, Heru tidak setuju jika biaya tambahan tersebut disebut sebagai pungutan liar. Menurutnya, justru tujuan diadakannya program ini adalah menghindari pungutan liar yang marak terjadi dalam cara pembayaran manual.

Dalam layanan Payment Gateway, wajib bayar dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 5.000. Padahal Peraturan Menteri Keuangan tidak mengizinkan adanya pungutan tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).

Heru sempat menyebut bahwa polisi menuduh kliennya merugikan negara sebesar Rp 34 miliar berdasarkan hasil penyidikan BPK. Heru menyatakan akan membuktikan bahwa tidak ada kerugian yang diderita negara.

"Kami akan siapkan ahli yang akan menganalisis audit BPK untuk menunjukkan bahwa itu bukan kerugian negara," katanya. (Baca juga: Strategi Hukum Kubu Denny: Kami Akan Buktikan Kebalikannya)

Denny sendiri dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER