ANALISIS

Sayonara Drama Gol Tandang Liga Champions

jal | CNN Indonesia
Jumat, 25 Jun 2021 08:15 WIB
Keputusan UEFA menghapus aturan gol tandang 'membunuh' drama pertandingan yang selama ini jadi daya tarik di turnamen antarklub Eropa, termasuk Liga Champions.
Turnamen Liga Champions terancam kurang gereget dengan dihapusnya aturan gol tandang. (REUTERS/BENOIT TESSIER)
Jakarta, CNN Indonesia --

UEFA resmi menghapus aturan gol tandang dari seluruh kompetisi antarklub pada musim depan yang secara otomatis 'membunuh' drama yang selama ini membius puluhan juta pencinta sepak bola.

Dalam keputusan resmi yang dikeluarkan, UEFA memastikan pertandingan antara dua tim yang sama kuat dalam dua leg akan berlanjut ke perpanjangan waktu. Jika skor agregat masih tetap sama maka tim pemenang bakal ditentukan lewat adu penalti.

Presiden UEFA Aleksander Ceferin beralasan aturan yang sudah berlaku lebih dari setengah abad itu tidak lagi sesuai dengan tujuan awal. Acuannya adalah persentase penurunan jumlah kemenangan untuk tim yang bermain di kandang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari semula 61 persen untuk kemenangan kandang berbanding 19 persen kemenangan tandang, menjadi hanya 47 persen berbanding 30 persen. Penurunan persentase ini jadi pembenaran UEFA untuk menghapus aturan gol tandang yang sebenarnya membuat aksi saling sikut antartim jadi lebih menarik, lebih menggigit, dan bikin deg-degan.

"Sekarang ini, tim-tim kandang takut untuk menyerang pada laga leg pertama karena takut kebobolan gol yang akan membuat lawan mereka mendapat keuntungan krusial," kata Ceferin.

Pernyataan Ceferin soal tim-tim kandang takut bermain menyerang tidak sepenuhnya tepat. Idealnya, setiap tim yang bermain di kandang pasti akan berlomba untuk mengamankan kemenangan, terlepas dari urusan apakah tim tamu bisa mencetak gol atau tidak ke gawang mereka.

Sederhananya tidak akan ada satu pun tim yang puas atau bahkan seluruh pemainnya senang saat masuk ke ruang ganti ketika timnya hanya bisa bermain imbang di kandang. Hal ini dikarenakan tuntutan untuk menang bagi setiap tuan rumah itu ada dan nyata.

Meraih kemenangan di kandang adalah wajib hukumnya bagi tim manapun. Selain persoalan harga diri, setiap tuan rumah juga ingin menang untuk memuaskan fan mereka, orang-orang yang telah membeli tiket untuk mendapatkan suguhan menarik di lapangan hijau.

Kita tidak akan pernah melihat tim besar seperti Barcelona, Real Madrid, Juventus, atau Manchester City bermain untuk hasil imbang di kandang. Jika itu yang terjadi maka cemooh yang akan datang dari fan fanatik mereka. Cemoohan dari fan sama artinya dengan kekalahan.

Banner Euro 2020

Penghapusan aturan gol tandang juga berarti berkurangnya gereget di sebuah pertandingan, terutama di ajang Liga Champions. Padahal aturan gol tandang ini seringkali menimbulkan cerita dramatis, entah itu berakhir manis atau pahit bagi sebuah tim.

Itulah magis dari aturan gol tandang. Tim yang di atas kertas begitu diunggulkan bisa tergelincir oleh tim yang di atas kertas lebih lemah karena kalah produktif soal urusan mencetak gol di kandang lawan.

Artinya probabilitas kejutan terjadi dalam sebuah pertandingan potensinya lebih besar. Gampangnya tim yang menang 2-1 di kandang tidak bisa tenang karena kekalahan 0-1 di laga tandang akan membuat mereka masuk kotak saat tampil di fase gugur.

Begitu pula ketika sebuah tim menang dengan skor telak 4-1 di pertandingan kandang. Margin tiga gol itu akan sia-sia jika gawang sebuah tim kebobolan tiga tanpa balas pada laga tandang.

Bersambung ke halaman kedua...

Aturan Baru Mereduksi Efek Kejutan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER