Tahun ini masyarakat juga dihebohkan dengan dua isu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yakni permainan bahan pangan. Kasus beras plastik dan penimbunan sapi potong menjadi permasalahan yang mesti ditangani polisi.
Isu beras plastik berasal dari penemuan di Bekasi, Jawa Barat. Walikota Bekasi Rahmat Effendi memastikan sampel beras yang diambil dari Pasar Mutiara Gading Timur terbukti mengandung plastik. Hal tersebut sesuai dengan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi di laboratorium Sucofindo, di Cibitung, Jawa Barat.
Namun, belakangan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan uji sampel beras yang dilakukan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri menunjukan hasil negatif beras mengandung plastik. Hasil yang sama juga ditunjukan dari uji sampel beras oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi hasil Laboratorium Forensik, BPOM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian negatif. Tidak ada unsur plastik dari pemeriksaan hasil laboratorium," kata Badrodin.
Sementara itu, isu penimbunan sapi potong berawal dari penggerebekan terhadap tempat penimbunan sapi impor dari Australia di belakang Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Lokasi tersebut digunakan oleh PT Brahman Perkasa Sentosa.
Mantan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso mengungkapkan bahwa jumlah sapi yang ditemukan di lokasi berjumlah 21.993 ekor. Jumlah tersebut berasal dari dua lokasi yang dijadikan target penggerebekan.
Setelah diselidiki, tidak kunjung ditemukan adanya unsur pidana dalam kasus ini. Tiga orang saksi ahli yang dimintai pendapat menilai, jumlah sapi yang disimpan perusahaan di Tangerang belum melebihi ambang batas yang diatur.
Penyimpanan sapi sebagai salah satu sumber bahan kebutuhan pokok diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Purnawirawan Victor Simanjuntak saat itu menjelaskan, berdasarkan pasal 11 Perpres itu, tindakan penimbunan didefinisikan sebagai penyimpanan barang kebutuhan pokok atau barang penting dengan waktu paling lama tiga bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal.
Dia mengatakan, setidaknya, kasus ini jadi pelajaran bagi pemerintah untuk membuat regulasi yang tidak bercelah. Meski tidak melanggar hukum, polisi meyakini ada motiv kecurangan dibalik kasus tersebut.